TRANSAKSI KOMERSIAL ISLAM VERSUS TRANSAKSI KOMERSIAL NON-ISLAM (Bab 4)

Persyaratan Syari’at Utama Dalam Kaitannya dengan Kegiatan Komersial

Islam menyatakan melarang pemberian atau penerimaan bunga, yang di mata Quran sama saja dengan riba. Terlepas dari larangan tentang menerima bunga, ada dua kegiatan lain yang dilarang oleh hukum Syariah yaitu, larangan judi (maysir), dan larangan ketidakpastian atau pengambilan risiko (gharar).

Alasan Larang Bunga (Riba)

Perbedaan antara ekuitas dan utang dalam Islam yaitu sperti dalam sistem ekonomi konvensional, namun syariat melarang pengembalian utang dan tidak mempertimbangkan pinjaman menjadi aktvitas yang menguntungkan dan sah. Di dalam kitab suci Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa bunga sebagai tindakan “perang terhadap Allah dan utusan-Nya” memberikan sebuah wawasan tentang filosofi di balik pelarangan bunga salam Islam.

Hukum Kontrak : Perbedaan dan Persamaan antara Hukum Islam dan Konvensional

Karena hukum syariah melarang bunga, pinjaman langsung dan bentuk-bentuk pinjaman seperti jaminan sertifikat, adalah bebas bunga. Akibatnya, pembiayaan syariah harus bergantung pada jenis usaha patungan, atau partisipasi bersama, antara nasabah dan bank yariah, untuk menghasilkan keuntungan. Kontrak berfungsi untuk memastikan adanya pedoman yang diakui secara jelas bagi semua pihak yang terlibat.

Perbedaan Filsafat dan Aspek Operasional Bank Islam dan Konvensional

Dalam perbankan konvensional ada dua perjanjian. Pertama, kesepakatan antara bank dengan nasabah, dan mendapatkan persentase tertentu dari bunga bank. Kedua, kesepakatan antara Bank dan peminjam, dan berhak untuk mendapatkan persentase tertentu dari kepentingan peminjam.

Bank-bank Islam berada dalam kesatuan antara Bank dengan nasabah penabung dan antara bank dengan nasabah pembiayaan. Nasabah menempatkan sumbangan di bank syariah untuk mendapatkan rasio bagi hasil. Kemudian, dana ini digunakan untuk membiayai pembiayaan nasabah, bank mendapatkan sejumlah pembagian pendapatan untuk pekerjaan di bidang keuangan.

Pelaksanaan Lembaga Keuangan Islam

Di Indonesia, larangan riba dimulai dengan munculnya bunga bank dan perbankan yang diteliti oleh MUI pada tahun 1990 di Cisarua, Bogor. Yang pada akhirnya pada Desember 2003, MUI mengeluarkan fatwa Nomor 09/MUI/ XII/2003 tentang larangan bunga perbankan.

Jenis-jenis riba dibahas di bawah ini :

Riba Jahiliyyah (Riba pra-Islam)
Jumlah utang yang dibayar lebih dari jumlah yang dipinjam karena peminjam tidak dapat membayar utangnya dalam batas waktu yang ditentukan.

Riba Fadhl (Riba Kelebihan)
Pertukaran antara barang-barang namun beda kualitas, kuantitas, dan waktu pengiriman dapat dianggap riba.

Riba Nasi’ah (Riba Penundaan)
Jenis riba muncul karena utang tidak memenuhi kriteria laba, bersama dengan risiko (al ghunmu bil ghurmi), dimana produk akhir muncul dengan biaya (al kharaj bi dhaman), dan pengiriman barang ditunda.

Dana Bagi Hasil : Prinsip Pemanfaatan Bagi Hasil di Indonesia

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana kesepakatan dibuat sebelum dimulainya usaha bisnis. Menurut Islam, pembagian keuntungan ini harus ditentukan pada awal kontrak. Mekanisme pembagian keuntungan yang diterapkan dalam perbankan syariah terdiri dari dua sistem :
1. Profit-sharing
2. Bagi hasil

Bagi Hasil dan Kerugian (Profit and Loss Sharing)

Sistem bagi hasil mengacu pada perhitungan laba, yang harus didasarkan pada pendapatan bersih, dikurangi semua biaya yang ada untuk mencapai pendapatan tersebut. Dalam perbankan syariah, hal ini biasanya disebut laba-rugi, yang berarti bahwa baik keuntungan maupun kerugian akan dibagi bersama.

Hukum Islam mengakui dua bentuk utama bagi hasil usaha berdasarkan pada keuntungan (Profit and Loss Sharing) kemitraan :
1. Syirkah al-‘inan atau kemitraan terbatas
2. Mudarabah atau kemitraan aktif (qirad)

Revenue Sharing (Bagi Keuntungan)

Pembagian pendapatan dapat didefinisikan sebagai total pendapatan yang merupakan jumlah beban pada suatu barang atau jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Pendapatan bagi bank syariah adalah pendapatan yang diperoleh oelh bank melalui pencairan dana investasi menjadi aset produktif atau penempatan dana bank kepada pihak lain. Pendapatan tersebut merupakan selisih atau angka tambahan adri aset produktif dan pendapatan bank.

Alasan Penerapan Bagi Pendapatan/Revenue Sharing

DSN MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa yang mengatur tentang bagi hasil merupakan fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 pada prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga keuangan Islam. Dasar hukum fatwa adalah :
1. Quran surah Al Baqarah : 282
2. Quran surah Al Maidah : 1

Perhitungan sistem bagi hasil menunjukkan bahwa nasabah mungkin mencapai bagi hasil tergantung pada kinerja perbankan, namun tidak pernah menimbulkan kerugian pada dana yang disimpan.

Masalah utama yang timbul dari pelaksanaan sistem laba-rugi adalah kedua belah pihak mungkin mengalami informasi asimetris. Informasi asimetris mungkin dapat timbul pada (mudharib) bagian peminjam. Peminjam dana dapat berpotensi memanipulasi data laporan keuangan mereka, terutama ketika mogok biaya yang terjadi selama operasi bisnis. Hampir semua ulama Islam memungkinkan mudharib (peminjam) untuk menghabiskan sebagian dari uang modal untuk biaya operasional. Apa yang akan dibagi dalam sistem bagi hasil adalah total pendapatan sebelum dipotong biaya, karena itu pendapat ulama diperlukan untuk menilai validitas dari sistem ini.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "TRANSAKSI KOMERSIAL ISLAM VERSUS TRANSAKSI KOMERSIAL NON-ISLAM (Bab 4)"

Posting Komentar