SISTEM HUKUM INDONESIA : LATAR BELAKANG SOSIAL DAN SEJARAH HUKUM PERBANKAN ISLAM (Bab 5)

Sistem Hukum Indonesia

Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum sipil yang dibangun di atas warisan pemerintahan kolonial Belanda dan disahkan pada kemerdekaan pada tahun 1945. Menurut UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan, hukum biasanya dirumuskan berdasarkan hasil diskusi antara Eksekutif (Presiden) dan Legislatif (DPR). Hukum yang tertinggi yaitu keputusan tertentu yang dibuat oleh panel hakim agung di Mahkamah Agung dan memiliki otoritas untuk dirujuk untuk menyelidiki atau memecahkan suatu kasus.

Hukum Islam Klasik

Hukum Islam bukanlah teori yang diciptakan manusia tetapi ajaran ilahi yang harus dipelajari, dan diterapkan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan keseimbangan antara kewajiban dan hak.

Menurut teori hukum Islam (Ushul fiqh), hukum Islam didasarkan pada empat sumber :
1. Al-Qur’an                       3. Ijma’
2. Sunnah dan Hadist       4. Qiyas

Dalam masyarakat Muslim, ada tiga kategori hukum sebagai berikut :
a. Hukum Syariah
b. Fiqh
c. Siyasah Syari’ah

Perjalanan hukum Islam mengalami guncangan yang hebat selama masa kolonial Belanda. Pada saat itu, Belanda mengakui bahwa hukum Islam diterapkan di beberapa daerah. Belanda kemudian memperlajari hukum Islam dan akhirnya mereka berhasil mengumpulkan fatwa atau pendapat hukum Islam di Kompendium Freijer. Kompilasi ini tidak hanya mengumpulkan aturan hukum keluarga dan hukum sipil lainnya, yang diambil dari buku-buku fiqh dari Syafii, tetapi juga menampung berbagai aspek yang berasal dari hukum adat, yang dalam prakteknya, telah diadopsi sebagai bagian dari hukum Islam.

Selama penjajahan Belanda, beberapa peraturan memang berusaha ingin memisahkan hukum Islam dari masyarakat Muslim. Setidaknya ada dua peraturan – Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling atau konstitusi kolonial) membagi penduduk Indonesia ke Eropa, Timur Asing dan kelompok masyarakat pribumi. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 131 IS, distribusi dari tiga kelompok juga mempengaruhi bidang hukum yang diterapkan oleh masing-masing kelompok. Hukum adat diterapkan untuk pribumi dan itu juga memungkinkan menerapkan hukum Belanda melalui pendudukan. Belanda mulai mengindoktrinasi ideologi mereka dan memperkenalkan teori tentang hukum adat dan hukum Islam di Indonesia dengan teori receptive di Complexu dan teori receptive.

a. Teori Receptive di Complexu

Receptive di Complexu adalah teori yang dikemukakan oleh Christian Willem Lodewjk Van Den Berg. Teori ini berarti bahwa hukum yang diyakini dan dilaksanakan oleh seseorang sejalan dengan kepercayaan atas agamanya.

b. Teori Receptive

Teori receptive atau resepsi adalah teori yang diperkenalkan oleh Christian Snouck Hurgronje. Teori ini selanjutnya dipromosikan oleh ahli hukum adat Cornelisvan Vollen Hoven dan Ter Haar Betrand. Dalam teori ini Hurgronje menyatakan bahwa masyarakat adat pada dasarnya harus menerapkan hukum adat dan hukum Islam dapat diterapkan selama norma-norma hukum Islam yang disetujui oleh hukum adat Hurgronje mengajukan proposal kepada pemerintah Belanda tentang kebijakan terhadap Islam, yang dikenal sebagai Kebijakan Islam :


  • Dalam beribadah, pemerintah Hindia Belanda harus memberikan dukungan tanpa syarat dan kebebasan penuh bagi umat Islam.
  • Dalam bidang kemasyarakatan (Muamalah), pemerintah Hindia Belanda harus menghormati adat istiadat yang berlaku dan kebiasaan masyarakat.
  • Di bidang ketatanegaraan (Siyasah Syariah), pemerintah Belanda harus mencegah pertumbuhan sebuah ideologi yang bisa membawa dan menumbuhkan gerakan jihad untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia.


Implementasi Hukum Adat di Indonesia : Perkembangan dan Kesulitan

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam kehidupan sosial Indonesia dan negara Asia leinnya, seperti Jepang, India, dan China. Sumber hukum ditemukan dalam hukum yang tidak tertulis yang telah tumbuh, berkembang dan dipertahankan sesuai dengan kesadaran hukum masayarakat. 

Pengakuan Hukum Adat dalam sistem Hukum Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004  tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 28 dari undang-undang jelas dinyatakan bahwa hakim harus mengamati atau mempelajari adat istiadat setempat and hukum adat sebelum menjatuhkan keputusan. Di Indonesia, tidak hanya Hukum Isla dan Hukum perdata Belanda yang berfungsi sebagai sumber hukum, tetapi juga Hukum adat yang sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan diterima oleh masyarakat.

Komposisi yang Berlaku dalam Peraturan di Indonesia

Pasal 7 (1) dari UU No. 12 Tahun 2001 mengatur tentang sumber hukum di Indonesia, yaitu :

  • UUD 1945 Negara Republik Indonesia adalah hukum dasar tertulis yang berisi tentang garis besar Hukum dasar dan administrasi.
  • TAP MPR
  • Hukum ditetapkan oleh Parlemen atau Dewan Perwakilan Peraturan / Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
  • Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan perintah Hukum (dalam peraturan Pemerintah)
  • Keputusan presiden yang dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugas pengelolaan administrasi negara dan Pemerintah dan Keputusan Menteri (dan ad hoc kebijakan pemerintah) (dalam peraturan Presiden)
  • Peraturan Daerah, aturan lokal untuk menerapkan aturan Hukum di atas, dan untuk mengakomodasi kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan (Perda)

Hukum Perbankan Islam

Undang-undang bank pertama yang ada setelah kemerdekaan Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. Dengan berdirinya bank syariah pertama, hukum perbankan tahun 1967 harus diubah. Minimal ada tiga amandemen undang-undang perbankan yang diatur perbankan syariah. Transformasi tersebut dimulai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Hukum ini kemudian diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998. Akhirnya, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah diberlakukan.

Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 : Sebuah Era Baru Dual Banking System

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah titik awal dari operasi hukum dan dual banking system perbankan syariah di Indonesia. Menurut UU No. 7 Tahun 1992, sebuah bank Islam dijelaskan sebagai bank bagi hasil tetapi sebagian besar operasinya sesuai dengan peraturan perbankan konvensional, sehingga sebagian besar manajemen dan operasional bank syariah masih mengadopsi produk-produk perbankan konvensional, yang “Islamisasi”. Sistem ini gagal untuk mengakomodasi orang-orang yang ingin menggunakan jasa bank syariah. Pemerintah kemudian mencoba untuk memberikan penjelasan lebih lanjut  yang komprehensif tentang definisi bagi hasil dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992. 

Hukum Perbankan No. 10 Tahun 1998 : Perubahan yang Menyediakan Peluang Pertumbuhan Perbankan Islam

Karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998, perbankan syariah kini dilengkapi dengan dasar hukum yang lebih komprehensif dan kuat, bank syariah dapat bekerja bersama dengan reka konvensional. Kehadiran perbankan syariah lebih diakui oleh Undang-Undang ini sebagai menegaskan dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa “bank komersial bank yagn melakukan bisnis di konvensional dan / atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatan mereka dalam memberikan layanan pembayaran”.
Bank Indonesia Peraturan Nomor 8/3/PBI/2006 tentang Office Channeling yang memungkinkan bank umum konvensional untuk membuat layanan office channeling hanya jika bank telah memiliki unit perbankan syariah. Meski UU perbankan Nomor 10 Tahun 1998 memiliki nilai tambah, hukum dianggap kurang berhasil untuk mengakomodasi semua kebutuhan regulasi perbankan syariah.

Hukum Perbankan Islam No. 21 Tahun 2008 : Momentum Perbankan Syariah

Setelah enam tahun dipertimbangkan, DPR akhirnya mengesahkan RUU perbankan syariah menjadi UU pada tahun 2008. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 terdiri dari 70 pasal yang mengatur semua operasi perbankan syariah secara rinci. Secara khusus, undang-undang ini mengatur dan mendesain pengembangan perbankan syariah di masa depan. Undang-undang juga memainkan peran penting dalam membuka kesempatan yang lebih luas untuk investasi di luar negeri; dana dapat diakses dari dua tempat.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "SISTEM HUKUM INDONESIA : LATAR BELAKANG SOSIAL DAN SEJARAH HUKUM PERBANKAN ISLAM (Bab 5)"

Posting Komentar