Selain tren mendirikan perbankan syariah melalui unit syariah dan kantor penyaluran, selanjutnya tren berpindah ke metode akuisisi, konversi, dan spin-off. Dalam hal ini, pendirian bank syariah dapat diamati dari penerapan tiga metode. Pertama, bank konvensional yang tidak memiliki unit syariah akan mengakuisisi bank kecil dan mengubahnya menjadi bank syariah. Kedua, bank Islam yang sudah memiliki unit syariah yang memenuhi persyaratan peraturan bisa spin-off dari bank induknya dan unit syariah akan dikonversi menjadi bank umum syariah. Ketiga, bank konvensional yang sudah memiliki unit syariah bisa dan juga mengkonversi satuan Islam untuk menjadi bank syariah yang lengkap.
Metode Akuisisi dan Konversi Bank Konvensional
Mengingat bahwa bank-bank Islam tumbuh dengan cepat dan tingkat bunga di bank syariah telah meningkat, bank konvensional yang tidak memiliki unit syariah akan memilih untuk memperoleh dan mengubah bank kecil ke bank-bank Islam. Persyaratan hukum dan izin perbankan untuk unit ini juga mudah. Metode akuisisi dan konversi membantu bank tertentu untuk menjadi efisien karena tidak lagi perlu mengajukan izin perbankan baru karena hanya perlu mengajukan ijin perubahan untuk mengubah jenis usahanya, tidak perlu merekrut staf baru, dan tidak perlu khawatir tentang penyediaan teknologi perbankan.
Metode Spin-Off untuk Divisi Islam sebagai Pemenuhan Kebutuhan Bank Indonesia
Metode kedua yang digunakan untuk mendirikan bank syariah adalah pemisahan UUS. Metode ini dapat digunakan di mana bank konvensional telah memiliki sebuah UUS dan UUS telah memenuhi persyaratan minimum untuk menjadi bank umum syariah. Salah satu keuntungan dari metode spin-off adalah bahwa jumlah modal yang disetor untuk mendirikan BUS yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan akuisisi dan konversi metode. Keuntungan lain dari metode ini adalah bahwa UUS sudah memiliki pelanggan setia sehingga akan lebih mudah untuk memprediksi keuntungan yang diperoleh.
Metode Gabungan antara Akuisisi, Konversi, dan Spin-Off
Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mendirikan BUS. Bank konvensional yang telah dimiliki suatu UUS akan mengakuisisi bank yang cukup kecil dan mengembangkannya dan kemudian mengubahnya menjadi sebuah bank Silam dan melakukan spin-off pada UUS tersebut. Keuntungan metode ini adalah bank syariah yang dikonversi akan siap beroperasi dan sudah tahu pangsa pasar pelanggan, karena pelanggan tersebut telah lama bergabung dengan bank ini, sejak ada UUS.
Prosedur Hukum Akuisisi Perbankan
Jenis akuisisi telah diatur banyak hukum seperti UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undan-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang telah diubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan Peraturan Pemerinta (PP) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Perbankan merger, konsolidasi, dan akuisisi.
Perspektif Hukum Pada Konversi Usaha Perbankan
Konversi telah diatur secara teknis dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006. Pasal tersebut secara khusus menyatakan bahwa bank hanya dapat mengubah unit usahanya menjadi bank syariah apabila Gubernur BI menyetujuinya. Prosedur dan Metode konversi telah dijelaskan secara rinci dalam Pasal 3 sampai 9 dari PBI No. 8/3/PBI/2006 yang telah diubah menjadi PBI No. 9/7/PBI/2007.
Pandangan Spin-Off Dalam Islam
Spin-off adalah tindakan hukum yang dlakukan oleh perusahaan dalam rangka untuk memisahkan unit bisnis. Pasal 135 ayat (1) menyatakan bahwa pemisahan dapat dilakukan melalui pemisahan parsial dan penuh. Pasal 1 (32) UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah mendefinisikan spin-off sebagai pemisahan bisnis dari suatu bank dalam rangka menciptakan dua lembaga bisnis atau lebih. Spin-off juga bisa menjadi solusi jika para pemegang saham dalam sengketa saham – setiap pemegang saham dapat memiliki perusahaan baru mereka sendiri.
Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dan Nasabah
Di Indonesia, perlindungan deposan yaitu dalam bentuk Deposit Insurance Corporation (LPS) yang merupakan lembaga hukum independen yang berfungsi untuk menjamin dana deposan dan secara aktif berpartisipasi dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai dengan mandat resmi. LPS didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Indonesia.
Dalam sistem perbankan Indonesia, perlindungan hukum yang diberikan kepada pelanggan dilaukkan dengan dua cara, yaitu :
- Deposit Protection, merupakan perlindungan yang diperoleh dari pemantauan bank yang efektif.
- Deposit Protection, merupakan perlindungan yang diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan nasabah. Lembaga ini akan membayar uang nasabah atas kebankrutan bank.
Pelaksanaan Spin-Off
Pemisahan unit perbankan syariah dari induk perbankan konvensional mereka dimulai pada tahun 2008. Instruksi dari spin-off tertuang dalam Pasal 68 dari Undang-Undang perbankan syariah khususnya diatur dalam ketentuan peralihan. Ketentuan Peralihan (Overgangs Bepalingen) dalam undang-undang yaitu hukum yang berfungsi untuk menjaga dari orang-orang yang dirugikan oleh amandemen. Paal 68 UU menyebutkan tentang ketentuan dalam hal bahwa Bank Umum Konvensional yang memiliki unit syariah (UUS) yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari nilai todal aset induk perusahaan Bank, unit Islam harus melakukan spin-off untuk mengubahnya menjadi sebuah bank komersial Islam.
Dalam rangka membantu bank-bank konvensional untuk mempercepat proses spin-off, Bank Indonesia menawarkan dua pilihan. Pertama, bank-bank konvensional yang memiliki unit syariah bisa mendirikan bank umum syariah baru, dan Kedua, hak dan tanggung jawab dari unit syariah dipindahkan ke bank-bank umum syariah yang ada.
Analisis Dampak Spin-Off UUS terhadap Kemajuan Perbankan Syari’ah Indonesia
Dianalisis dari aspek legal formal dari pelaksanaan spin-off, unit pemisahan Islam telah memenuhi kerangka hukum dan peraturan Indonesia. Bank Indonesia sebagai bank sentral telah memfasilitasi setiap perusahaan yang tertarik membuka bisnis perbankan syariah, sebagai unit syariah atau bank umum syariah. Pengaruh spin-off Unit Syariah terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Kelemahan dari Spin-Off : Masalah saat Unit Islam Tidak Siap
Ada beberapa masalah spin-off yang muncul jika unit syariah belum siap. Misalkan unit syariah spin-off dan dikonversi menjadi bank umum syariah, bank induk tidak akan lagi memebrikan bantuan penuh seperti pendanaan, infrastruktur, iklan, dan personil terlatih.
Pada tahun 2011, Bank Indonesia memperkenalkan program Delivery Channel yang hampir mirip dengan program penyaluran Office. Program Delivery Channel bertujuan untuk menggantikan program Office Penyaluran dengan sedikit perubahan pada hubungan antara pihak-pihak lain. Bedanya dengan saluran pengiriman adalah bahwa bank induk membebankan biaya kepada bank Islam untuk layanan Delivery Channel.
Delivery Channel memiliki beberapa keunggulan, seperti : Pertama, delivery channel memanfaatkan kekuatan merek dari bank konvensional dalam perusahaan induk yang sama. Kedua, untuk mengendalikan risiko dalam perusahaan induk yang sama. Ketiga, akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Yang Keempat, akan mencegah pergeseran dari nasabah bank konvensional untuk bank syariah lain di luar perusahaan induk.
Transformasi Sistem Perbankan Syariah
Pada tahun 1991, hubungan antara bank Islam dan pemerintah dikemukakan oleh pembentukan perbankan Islam pertama dan kemudian diberlakukannya UU Perbankan terdapat aturan perbankan Islam. Dengan munculnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Pengadilan Agama memperoleh yurisdiksi yang lebih luas atas sengketa ekonomi Islam, dan latar belakang politik dari kemajuan hubungan antara Islam dan pemerintah.
Belum ada tanggapan untuk "ANALISIS SPIN-OFF PADA KEMAJUAN PERBANKAN SYARIAH (Bab 6)"
Posting Komentar