Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk menanggulangi kebutuhan dana atau modal yang dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut diakibatkan keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana, dan keterbatasan lain yang mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya.1 Sehingga terciptalah lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel, dan dalam hal tertentu tingkat resikonya lebih tinggi yang dikenal sebagai lembaga pembiayaan, yang menawarkan bentuk-bentuk baru terhadap pemberian dana atau pembiayaan, yang salah satunya dalam bentuk sewa guna usaha atau leasing.
Fasilitas yang diadakan oleh perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat meringankan konsumen/ pasar yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha maka leasing menjadi alternatif.
Tentang hal-hal essensial dalam perjanjian, umpamanya mengenai pembatalan perjanjian, cara penyelesaian perselisihan, resiko perjanjian, tidak dapat ditawar lagi. Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah tentang syarat-syarat dalam perjanjian baku. Pada umumnya dalam perjanjian baku hak-hak penjual lebih menonjol dibandingkan hak-hak pembeli, karena pada umumnya syarat-syarat atau klausul bagi pembeli merupakan kewajiban-kewajiban saja. Sehingga dengan demikian antara hak-hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli tidak seimbang.
Leasing termasuk bisnis yang loosely regulated, dimana perlindungan para pihaknya hanya sebatas itikad dari masing-masing pihak tersebut yang dituangkan dalam bentuk perjanjian leasing. Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu pihak dalam perjanjian tidak dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan perjanjian, sebagai contoh kelalaian pihak lesse dalam menjaga barang modal di tengah berlangsungnya proses pelaksanaan leasing tersebut. Menyangkut terhindar dari resiko adalah tidak terikatnya seorang lessee pada kemungkinan hilang atau rusaknya obyek leased, karena antisipasi keadaan tersebut telah beralih ke asuransi, dalam hal pembayaran uang sewa atau pembayaran lain yang menjadi kewajiban lessee dalam perjanjian.
Rumusan permasalahan yang ingin penulis kemukakan dalam penyusunan makalah ini yaitu “Bagaimanakah tanggung jawab lessee terhadap obyek perjanjian mobil dalam praktek perjanjian leasing?
Untuk mendapatkan makalah ini lebih lengkap silahkan klik link di bawah ini.
Belum ada tanggapan untuk "TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP OBYEK PERJANJIAN MOBIL DALAM PRAKTEK PERJANJIAN LEASING"
Posting Komentar