MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERMAIN
DRAMA MELALUI PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW PADA
SISWA KELAS V SD NEGERI BONGKOK KECAMATAN PASEH KABUPATEN SUMEDANG.
Dalam kurikulum pendidikan dasar salah satu mata pelajaran yang diajarkan
di SD
adalah bahasa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Indonesia dimaksudkan
untuk mengembangkan
keterampilan berbahasa dan
menanamkan
sikap positif terhadap
bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa yang komunikatif.
Keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia terdiri dari empat aspek yaitu
aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat aspek yang diajarkan tersebut berhubungan satu sama lain, jika seseorang
mendengarkan pasti ada orang yang
berbicara, begitu pula orang
yang membaca berarti ia menikmati dan
menghayati tulisan orang
lain.
Keempat keterampilan berbahasa sebagai alat untuk berkomunikasi harus dikuasai
oleh
setiap orang. Proses komunikasi itu sendiri terdiri dari komunikasi lisan dan komunikasi tulisan.
Berbicara merupakan proses komunikasi secara lisan, hal itu sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan Haryadi dan Zamzani (1997:
54), bahwa “Berbicara adalah suatu penyampaian maksud (ide,
pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa
lisan, sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang
lain.” Berbicara sebagai salah satu proses penyampaian maksud kepada orang
lain
secara lisan, keberhpasilannya ditentukan oleh kemampuan pembicara.
Kemampuan tersebut salah
satunya bisa berbentuk terhadap
makna pesan
yang hendak disampaikan.
Seorang pembicara yang memiliki kemampuan menyampaikan pesan berupa ide, pikiran, isi hati orang lain dengan baik maka isi pesan tersebut akan
mudah
dipahami oleh
orang yang menerima pesan
tersebut.
Oleh
karena itu, untuk mencapai kemampuan tersebut
maka
keterampilan berbicara perlu dilatihkan
dan dipelajari baik melalui lingkungan
keluarga,
sekolah maupun
masyarakat.
Proses pencapaian
keterampilan berbicara
siswa perlu mendapatkan bimbingan
dari guru melalui berbagai latihan
pengembangan
kemampuan kognitif, apektif, dan psikomotor. Djago Tarigan (dalam Djuanda, 2008:
61-62)
mengemukakkan bahwa:
Keterampilan berbicara harus dibina oleh guru melalui latihan: (1) pengucapan, (2) pelafalan, (3) pengontrolan suara, (4) pengendalian diri, (5) pengontrolan gerak gerik
tubuh, (6) pemilihan kata, kalimat dan pelafalannya, (7) pemakaian
bahasa yang baik, dan
(8) pengorganisasian ide.
Salah satu latihan pengembangan keterampilan berbicara
adalah bermain
drama. Bermain drama merupakan kegiatan memerankan tokoh yang ada dalam
cerita yang berbentuk dialog. Menurut Akhadiah, S. dkk (1991: 130) bermain
drama adalah “Peragaan tingkah laku manusia secara mendasar yang
dihayati oleh
pemainnya dan diterima oleh penonton yang
merasakannya sebagai suatu
kenyataan.”
Dengan bermain
drama beberapa
kemampuan dapat dikembangkan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan menghafal, dan
kemampuan
mengaktualisasikan diri ke dalam situasi yang dihadapi. Selain itu
dengan
bermain drama beberapa sikap dapat ditumbuhkan,
misalnya percaya diri,
berani
menghadapi orang
banyak, bertanggung
jawab terhadap tugas, dan memiliki jiwa artistik yang merupakan salah satu sendi kehidupan manusia.
Dalam memerankan drama seorang
pemain harus dapat membayangkan latar dan
tindakan
pelaku dan dapat menggunakan
suara sesuai dengan pemahamannya terhadap
perasaan dan pikiran pelaku. Bermain drama yang
merupakan pengembangan keterampilan berbicara harus dapat dilatihkan dengan sungguh - sungguh kepada siswa sekolah dasar
melalui kegiatan pembelajaran.
Untuk mengembangkan keterampilan bermain drama seorang siswa, tentunya guru harus memiliki dan memahami berbagai metode,
teknik, dan model pembelajaran sehingga pembelajaran bermain drama dapat dipahami oleh
siswa,
dan
menumbuhkan rasa antusias siswa terhadap kegiatan
pembelajaran yang
dilakukan.
Untuk mengetahui proses pelaksanaan
pembelajaran bermian drama yang terjadi di lapangan, maka penulis melakukan penelitian pada hari Selasa tanggal
20 Januari 2009 di kelas V SD Negeri Bongkok kecamatan Paseh kabupaten
Sumedang. Pembelajaran berbicara yang sedang
dilaksanakan pada waktu itu adalah pembelajaran bermain drama dengan kompetensi dasar Memerankan
tokoh drama dengan lafal,
intonasi, dan
ekspresi yang tepat dan
indikatornya memerankan tokoh drama pendek
anak-anak dengan lafal,
intonasi, penghayatan,
dan ekspresi yang sesuai karakter
tokoh.
Dari penelitian
tersebut peneliti memperoleh data hasil tes awal kemampuan
bermain drama siswa
kelas V SD
Negeri Bongkok
kecamatan Paseh dengan
jumlah
siswa sebanyak 24 orang, data tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. 1
Data tes awal kemampuan bermain drama siswa kelas V
SD Negeri Bongkok kecamatan Paseh
No
|
Nama Siswa
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
Nilai
|
|||||||||||
Lafal
|
Intonasi
|
Penghayatan
|
Ekspresi
|
||||||||||||
3
|
2
|
1
|
3
|
2
|
1
|
3
|
2
|
1
|
3
|
2
|
1
|
||||
1.
|
Asep Angga
|
√
|
√
|
√
|
√
|
5
|
4.2
|
||||||||
2.
|
Adi
Suryana
|
√
|
√
|
√
|
√
|
6
|
5
|
||||||||
3.
|
Acep Sandi
|
√
|
√
|
√
|
√
|
10
|
8.3
|
||||||||
4.
|
Andi Nugraha
|
√
|
√
|
√
|
√
|
5
|
4.2
|
||||||||
5.
|
Asti Patimah
|
√
|
√
|
√
|
√
|
12
|
10
|
||||||||
6.
|
Anisa Putriana
|
√
|
√
|
√
|
√
|
10
|
8.3
|
||||||||
7.
|
Cici Destriana
|
√
|
√
|
√
|
√
|
8
|
6.6
|
||||||||
8.
|
Dini Agustini
|
√
|
√
|
√
|
√
|
8
|
6.6
|
||||||||
9.
|
Dede Yoga
|
√
|
√
|
√
|
√
|
4
|
3.3
|
||||||||
10.
|
Dede Fajar
|
√
|
√
|
√
|
√
|
9
|
7.5
|
||||||||
11.
|
Enur
Robiah
|
√
|
√
|
√
|
√
|
5
|
4.2
|
||||||||
12.
|
Fitri
|
√
|
√
|
√
|
√
|
5
|
4.2
|
||||||||
13.
|
Gugun
|
√
|
√
|
√
|
√
|
8
|
6.6
|
||||||||
14.
|
Hildayanti
|
√
|
√
|
√
|
√
|
10
|
8.3
|
||||||||
15.
|
Indriyani
|
√
|
√
|
√
|
√
|
10
|
8.3
|
||||||||
16.
|
Jajang Juanda
|
√
|
√
|
√
|
√
|
5
|
4.2
|
||||||||
17.
|
Maemunah
|
√
|
√
|
√
|
√
|
6
|
5
|
||||||||
18.
|
Nandi
|
√
|
√
|
√
|
√
|
4
|
3.3
|
||||||||
19.
|
Fajar Gumelar
|
√
|
√
|
√
|
√
|
8
|
6.6
|
||||||||
20.
|
Sofia
|
√
|
√
|
√
|
√
|
6
|
5
|
||||||||
21.
|
Tita Herawati
|
√
|
√
|
√
|
√
|
4
|
3.3
|
||||||||
22.
|
Yanti Yusroh
|
√
|
√
|
√
|
√
|
6
|
5
|
||||||||
23.
|
Yuli Rohaeti
|
√
|
√
|
√
|
√
|
4
|
3.3
|
||||||||
24.
|
Dadan
|
√
|
√
|
√
|
√
|
5
|
4.2
|
||||||||
Jumlah
|
8
|
12
|
4
|
9
|
5
|
10
|
1
|
6
|
17
|
1
|
6
|
17
|
135.5
|
||
Prosentase (%)
|
33.3
|
50
|
16.7
|
37.5
|
20.8
|
41.7
|
4.2
|
25
|
70.8
|
4.2
|
25
|
70.8
|
|||
Rata-rata nilai
|
5.6
|
Hasil studi awal penelitian proses pembelajaran bermain drama di kelas V SD
Negeri Bongkok, sebagian
besar siswa belum mampu bermain
drama dari segi pelafalan, intonasi, penghayatan, dan ekspresi yang sesuai karakter
tokoh. Secara
rinci data hasil tes awal kemampuan bermain drama berdasarkan data tabel 1.1
dijabarkan sebagai berikut:
Dari aspek lafal, dari 24 siswa ada 8 siswa atau 33.3% siswa yang mampu
melafalkan
kata dengan jelas dan tepat,
ada 12 orang atau 50% dari 24 siswa yang
melafalkan kata dengan jelas tapi tidak tepat atau melafalkan kata dengan tepat
tapi
tidak jelas, dan ada 4
orang atau 16.7% dari 24 siswa yang
melafalkan
kata
tidak jelas dan tidak
tepat. Dari aspek lafal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
siswa masih
kesulitan melafalkan
kata dengan
tepat dan jelas.
Dari aspek intonasi, dari 24 siswa ada 9 siswa atau 37.5% siswa yang intonasinya jelas dan
tepat, ada 5
orang atau
20.8% dari 24 siswa yang intonasinya
jelas tapi tidak tepat atau
intonasinya tepat tapi tidak jelas , dan ada 10 siswa atau
41.7% dari 24 siswa yang
intonasinya tidak jelas dan tidak tepat. Dari aspek intonasi dapat disimpulkan
bahwa siswa masih
kesulitan mengintonasikan kata
dengan jelas dan
tepat
Dari aspek penghayatan,
dari
24 siswa ada 1
siswa atau
4.2% siswa yang melakukan penghayatan sesuai dengan karakter tokoh, ada 6 orang atau 25% dari 24 siswa yang melakukan penghayatan menyimpang dari karakter tokoh, dan ada 17 orang atau 70.8% dari 24 siswa yang
melakukan penghayatan tidak sesuai dengan karakter tokoh. Dari
aspek penghayatan sebagian besar siswa kesulitan
melakukan penghayatan yang sesuai dengan karakter tokoh
yang diperankan.
Dari aspek ekspresi,
dari 24 siswa ada 1 siswa atau 4.2%
siswa yang berekspresi sesuai dengan karakter tokoh, ada 6 orang atau 25% dari 24 siswa yang
berekspresi menyimpang
dari
karakter tokoh, dan ada 17 orang atau
70.8% dari 24 siswa yang berekspresi tidak sesuai dengan karakter tokoh. Dari aspek
ekspresi disimpulkan bahwa sebagian besar
siswa masih
kesulitan melakukan ekspresi tokoh
sesuai dengan
karakternya.
Batas lulus yang ditetapkan untuk menentukan lulus atau tidak lulus siswa
dalam pembelajaran bermain drama adalah 6.5. Dari data yang telah diuraikan di atas
dapat diketahui bahwa hanya 10 orang siswa atau 41.7% dari 24 siswa yang dinyatakan lulus dan 14 orang
atau
58.3% dari 24 siswa yang dinyatakan tidak
lulus.
Dari data hasil tes
awal tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan bermain drama siswa kelas V SD Negeri Bongkok masih rendah.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran bermain
drama di kelas V SD Negeri Bongkok
mengalami permasalahan yaitu siswa belum mampu bermain
drama dengan lafal,
intonasi, penghayatan,
dan ekspresi yang sesuai karakter tokoh.
Berdasarkan hasil observasi pada saat pembelajaran bermain drama di kelas V SD Negeri Bongkok dan wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Bongkok maka diketahui faktor
penyebab
siswa belum mampu bermain drama dengan lafal,
intonasi, penghayatan,
dan ekspresi yang sesuai karakter tokoh, diantaranya yaitu:
- guru melakukan pembelajaran bermain drama melalui metode penugasan, dimana guru membentuk kelompok belajar dan menugaskan kepada siswa pada tiap-tiap kelompok untuk membaca teks drama dan menghafalkannya. Dalam kegiatan ini guru kurang memberikan bimbingan terhadap tugas yang harus dilakukan siswa sehingga sebagian besar siswa kebingungan dalam mempelajari karakter tokoh yang akan diperankan.
- guru kurang memberikan petunjuk yang jelas kepada siswa dalam melakukan kegiatan kelompok
- siswa hanya membaca dan menghafalkan naskah dramanya saja, tanpa berusaha memahami karakter tokoh yang akan diperankannya.
- siswa kurang mengetahui cara-cara mengekspresikan dan menghayati karakter tokoh yang akan diperankan.
Dari faktor penyebab kesulitan
siswa dalam bermain drama di atas maka
diperlukan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi selama
berlangsungnya pembelajaran bermain drama di kelas V SD Negeri Bongkok.
Upaya yang dilakukan peneliti adalah
dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw. Sedangkan metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian
tindakan kelas (PTK).
Model
pembelajaran kooperatif menurut Karli
dan Margaretha (2004:
48) adalah “Suatu strategi
belajar
mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih untuk
memecahkan masalah.”
Sedangkan Lie (2002: 68) mengemukakan bahwa “Teknik jigsaw adalah suatu
teknik kooperatif yang
memperhatikan skemata atau latar
belakang
pengalaman siswa dan membantu
siswa mengaktifkan
skemata tersebut agar bahan
pelajaran lebih bermakna.” Melalui teknik
ini siswa dituntut untuk berbicara karena siswa memiliki tugas yang akan menentukan
dalam menyelesaikan tugas kelompok.
Teknik
ini
dimaksudkan agar siswa terlatih dari segi keberanian
dan keterampilan
berbicara yang diawali dari kelompok
kecil. Keterbatasan pemahaman siswa terhadap materi akan teratasi karena
dengan teknik jigsaw ini ada proses pengolahan informasi yang melibatkan
siswa secara berkelompok
yang disebut
dengan kelompok ahli.
Belum ada tanggapan untuk "MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BONGKOK KECAMATAN PASEH KABUPATEN SUMEDANG"
Posting Komentar