Strategi promosi yang tepat bagi Star Mild demi mengembalikan dan meningkatkan penjualan produknya

Pendahuluan

Persaingan antara industri rokok sangat menarik sekali untuk diperhatikan, apalagi persaingan tersebut bukan hanya datang dari sesama pebisnis terhadap industri tersebut, namun juga dari para penggiat terhadap usaha pelarangan merokok dan bahaya merokok. 

Pertumbuhan konsumen/perokok semakin meningkat, meskipun usaha untuk mempromosikan bahaya tehadap rokok semakin gencar dibuat, hingga pencantuman akan bahaya tersebut disebutkan dalam kemasan atau bagian akhir dari iklan media televisi terhadap produk tersebut.
Kehadiran A Mild tahun 1989 mengubah lanskap bisnis rokok nasional. Hampir semua produsen rokok ikut meramaikan persaingan di kategori rokok ringan ini. Perang komunikasi dan bajak-membajak tenaga kerja pun tak terelakkan. 

Keseriusan menggelontorkan A Mild membutuhkan waktu hingga lebih dari dua tahun dalam proses persiapannya. Maklum, saat itu tidak ada benchmark produk yang dapat dijadikan acuan, termasuk di pasar internasional. Yang ada cuma berbagai survei dan riset yang melibatkan konsumen. Termasuk di antaranya, uji buta yang tidak hanya dilakukan sekali, tapi beberapa kali di beberapa kota. Banyak dana yang dikucurkan dalam meracik dan mempromosikan A Mild. 

Rumusan permasalahan yang ingin penulis kemukakan dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah strategi promosi yang tepat bagi Star Mild demi mengembalikan dan meningkatkan penjualan produknya?”
 

PEMBAHASAN

Meledaknya penjualan A Mild membuat pemain lain kepincut untuk masuk ke kategori SKM mild. Tahun 1997, secara hampir bersamaan, PT Djarum dan PT Bentoel Prima (BP), ikut mencari peruntungan di kategori ini. Djarum mengusung merek LA Lights, sedangkan BP mengibarkan Star Mild.

Masuknya BP ke kategori ini tak lain karena pada saat itu Warsianto, yang punya kontribusi cukup besar dalam proses kelahiran A Mild, sudah mendarat di BP. Seperti halnya di HMS, Warsianto memimpin lahirnya produk baru ini, bahkan dari mulai bentuk proposal. Dengan slogan: Losta masta, Star Mild menantang A Mild, di wilayah Jawa Barat, khususnya Bandung. Maka tidak mengheranlah apabila di tahun pertamanya, produksi Star Mild sudah mencapai 754 juta batang; kemudian meningkat menjadi 1,87 miliar batang di tahun 1998; dan 2,9 miliar batang tahun 1999. Tahun 2000. Menurut data ritel AC Nielsen, Star Mild telah menguasai 3% pangsa pasar rokok secara keseluruhan, dan semakin dekat dengan A Mild yang menguasai 4,1% pasar rokok nasional.

Melihat perkembangan Star Mild yang cukup baik, kuartal ketiga tahun 1999 BP memberanikan diri melempar produk mild keduanya, Bentoel Mild. Bahkan, produk ini diposisikan untuk langsung berhadapan dengan A Mild dan LA Lights, setidaknya dari sisi harga.

Kategori SKM mild memang punya daya magnet yang luar biasa. Tak terkecuali produsen rokok kecil sekelas Nojorono pun turut berjudih di kategori ini. Perusahaan asal Kudus yang menggunakan bendera PT Nojorono Tobacco Indonesia (NTI) ini pun ikut meramaikan pesta mild lewat merek Clas Mild.
Dibanding rokok mild lainnya, Clas Mild menyasar konsumen yang lebih bawah. Kondisi makro ekonomi yang belum pulih benar akibat dihantam krisis tahun 1997, sepertinya menjadi pembenaran bagi NTI yang mengklaim memberikan perceived value yang lebih kepada konsumen, walaupun harganya relatif lebih murah. Clas Mild pun mendapat sambutan yang sangat baik dari konsumen.
Kehadiran Clas Mild ternyata cukup mengusik posisi Star Mild. Untuk menghambat Clas Mild, BP pun mengambil manuver berani dengan meluncurkan rokok mild ketiganya, X Mild yang dari posisi harga sengaja dirancang setara dengan Clas Mild.

Namun, manuver itu tidak banyak berarti. Clas Mild terus melambung. Puncaknya, pada pertengahan 2005, Clas Mild bertengger di posisi kedua kategori SKM mild dengan menggeser Star Mild yang sudah sekian lama duduk di posisi itu. Sebuah prestasi fenomenal yang belum mampu dilakukan oleh saudara sekotanya yang sebenarnya punya amunisi jauh lebih banyak, Djarum.

Apa rahasia kesuksesan Clas Mild? Ternyata mereka tidak pernah main-main dalam hal kualitas. Rokok adalah sebuah produk rasa. Keberhasilan produk rokok dapat diterima pasar sangat tergantung pada kualitas rasa yang ditawarkannya. Selain itu, NTI juga sangat memperhatian citra produknya. Karena itu, kendati dari sisi harga posisi Clas Mild berada di bawah produk lainnya, tema komunikasi yang diusungnya tidak kalah. Upaya-upaya promosi yang dilakukan hampir mirip dengan apa yang dilakukan kompetitor. Tetapi, tetap punya ciri khas yang membedakan dari rokok mild sejenis.

Clas Mild juga banyak bermain dengan event. Namun, yang membedakan adalah pemilihan lokasi penyelenggaraan event itu. Clas Mild sering kali membuat event di tempat yang tidak biasa, misalnya di atap gedung pencakar langit. Dengan menggelar event-event seperti itu, citra Clas Mild akan terangkat jauh lebih tinggi ketimbang aslinya. Bahkan, NTI pun tak ragu untuk membawa Clas Mild ke tempat nongkrong paling beken bagi anak muda Jakarta: Hard Rock Café (HRC), dengan mensponsori acara andalan HRC, I Like Monday.

Demikian juga dengan TV Commercial yang ditampilkan Clas Mild sama sekali tidak mencirikan bahwa produk ini ditujukan untuk segmen menengah-bawah. Rokok mild punya target audiens yang sama dari demografi, tapi masing-masing merek mencoba mencari psikografi yang agak berbeda. Jadi tidak mengherankan, apabila masing-masing merek rokok mild ini keluar dengan tema iklan yang berbeda-beda, sesuai dengan target konsumen yang dibidik dan juga citra yang diharapkan tercipta dari komunikasi yang dilakukannya.

Sebagai pelopor di kategori ini, A Mild bisa menunjukkan kepemimpinannya. A Mild selalu tampil dengan iklan-iklan yang out of the box, dengan tema-tema yang sama sekali berbeda dari mainstream produk rokok.

Iklan memang menjadi arena perang tersendiri bagi kategori rokok mild. Setiap pemain dengan gagah berani menggelontorkan uang miliaran rupiah untuk mengomunikasikan produknya di berbagai media, utamanya televisi. Tahun 2005, menurut catatan Nielsen Media Research ratusan miliar rupiah dihabiskan para pemain di kategori rokok mild ini.

Sebagai pemimpin pasar, A Mild juga memimpin dalam besaran dana yang dikeluarkan untuk promosi above the line. Dengan dana yang tidak sedikit, A Mild memang lebih bernyali dibanding pemain lainnya dalam hal beriklan. Pasalnya, jumlah dana yang dikeluarkan pemain lain tidak mencapai separuh dari yang dikeluarkan A Mild. Clas Mild hanya mengucurkan Rp 61,63 miliar; Star Mild Rp 58, 89 miliar; LA Lights Rp 57,07 miliar; U Mild Rp 50,06 miliar; dan X Mild Rp 41,84 miliar.
Meski bukan satu-satunya faktor, peran iklan sangatlah penting dalam meningkatkan penjualan. Yntuk perlu dilakukan pascastudi untuk mengukur efektivitas iklan yang sudah dilakukannya. Misalnya ketika iklan sudah berjalan tiga sampai 6 bulan, dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah konsumen memahami pesan yang disampaikan dalam iklan itu. 

Selain iklan, event — khususnya event musik menjadi arena perang produk mild — hampir setiap merek mempunyai atau setidaknya menjadi sponsor pada ajang musik tertentu, baik event outdoor maupun tayangan TV. Aktivitas yang lagi-lagi dipelopori oleh A Mild ini boleh dibilang sangat mengena dengan target pasar rokok mild, yaitu anak muda. Tak heranlah, dalam menggelar aktivitas ini pun terjadi persaingan yang sangat kental.

Clas Mild sebagai pendatang baru pun tak kalah agresif dalam menyelenggarakan pagelaran musik. Di samping acara-acara rutin, seperti I Like Monday di HRC yang sudah masuk tahun ketiga, dan berbagai acara reguler lainnya, Clas Mild juga berani muncul pada acara berskala besar. Terakhir Clas Mild menjadi sponsor utama konser 3 Diva yang menampilkan tiga penyanyi wanita terdepan di negeri ini, Krisdayanti, Ruth Sahanaya dan Titi D.J.

Agresivitas pemain-pemain di kategori rokok mild sangat bisa dimengerti. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, kategori ini merupakan yang paling tinggi pertumbuhannya. 

Gemerlap persaingan rokok mild bukan tak menelan korban. Memang dari merek-merek yang dikeluarkan produsen besar hampir semuanya masih tetap beredar. 

Seleksi alami memang selalu berjalan. Nantinya, hanya produk yang benar-benar punya karakter yang akan bertahan hidup. Hingga hari ini, A Mild masih kokoh duduk di singgasananya dengan penguasaan pasar sekitar 50%. Layak dicermati, akankah Star Mild mampu merebut kembali predikat runner up yang dulu akrab dengannya dari tangan Clas Mild. Dan, ada baiknya kita tunggu kelanjutan dari perang sengit di kategori rokok ringan ini.

 
KESIMPULAN

Peta persaingan produk rokok SKM Mild sangatlah ketat, hampir bisa dikatakan tidak ada pangsa pasar yang mendominasi dari setiap produknya. Misalnya Star Mild yang sebelumnya berada di tingkat kedua setelah A Mild, harus menerima kenyataan turun pangkatnya menjadi dibawah Clas Mild.

Hal demikian tentunya menjadi PR tersendiri bagi Star Mild untuk terus berusaha tampil eksis dengan perbaikan mutu produk maupun gencarnya perang iklan atau promosi yang ditampilkannya. Dengan pelaksanaan program promosi yang tepat dan efisien akan dapat menjadikan Star Mild sebagai pimpinan terdepan produk SKM Mild di Indonesia.

Rekomendasi

Strategi promosi dan periklanan merupakan sarana komunikasi pemasaran menjadi yang memiliki peran dasar sebagai dasar bagi kegiatan-kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan-kegiatan promosi itu, disebut juga bauran promosi, meliputi periklanan, penjualan tatap muka, promosi penjualan, hubungan masyarakat, publisitas, dan pemasaran langsung. 

Dengan banyaknya kesamaan cara promosi yang melulu melalui jalur musik, merupakan ground untuk memudahkan masuk ke pasar. Musik dianggap merupakan cara komunikasi yang universal dan lebih mengena kepada mereka kaum muda. Namun demikian dengan berbagai sajian yang memiliki ciri tersendiri diharapkan Star Mild dapat kembali eksis tampil di depan.

 
DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, M.L. (2000). Teori dan Profesi Kehumasan. Jakarta: Bumi Aksara. 

Kasali, R. (1997). Sembilan Fenomena Bisnis. Jakarta: Gramedia. 

Purnama, M.L. (2002). Strategic Marketing Plan. Jakarta: Gramedia. 

Ruslan, R. (1998). Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 

Sutisna. (2003). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran Jilid I, Erlangga, Jakarta, 1994.

Sutojo, Siswanto, Kerangka Dasar Manajemen Pemasaran, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993.

Swastha, Basu, Azas-azas Marketing, Liberty, Yogyakarta, 1996.

Swastha, Basu, Manajemen Pemasaran Modern, Liberty, Yogyakarta, 1996.

Mc Carthy, Jerome, Dasar-dasar Pemasaran, Erlangga, Jakarta, 1993.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Strategi promosi yang tepat bagi Star Mild demi mengembalikan dan meningkatkan penjualan produknya"

Posting Komentar