GANEP : KETANGGUHAN PERUSAHAAN KELUARGA LEBIH DARI SATU ABAD

Roti kecik disebut demikian karena bentuknya seperti kecik, biji sawo, bulat lonjong. Begitu awal mulanya, tetapi roti yang dimaksud bukan roti bakery, yang empuk dan berpori. Roti kecik masuk dalam golongan biskuit, roti kering dan tidak mendapat perkecualian, tetap dinamakan roti.
Diawali dengan 2 bentuk, seperti biji sawo kecil yang bulat lonjong dan panjang seperti jari yang disebut roti pentung. Bentuk yang dikembangkan adalah bentuk seperti roda bergerigi, seperti bunga yang dibuat dengan memanjangkan si pentung dan melekatkan kedua ujungnya lalu menggunting sedikit sisi luar lingkaran.
Inilah penggalan cerita sebuah sejarah. Memang demikian yang terjadi, sebuah camilan yang telah melewati umur satu abad. Sebuah karya sederhana yang tak lekang masa. Kini Ganep merayakan ke 130 tahun usianya sebagai bisnis keluarga, melewati lima generasi. Lebih dari seabad usianya, Ganep mematahkan stigma bisnis keluarga. Yang katanyanya bisnis keluarga mengatakan bahwa generasi pertama membangun usaha, generasi kedua mengembangkan dan generasi ketiga menghancurkannya.
Roti kecik memang bukan biskuit pyur dengan banyak mentega. Roti ini adalah roti hebat, hebat karena sanggup bertahan selama lebih dari satu abad. Lebih hebat lagi, sanggup bersaing dengan biskuit renyah bermentega dan berkeju.
Nama Ganep yang berarti sehat jiwa dan raga, menunjukkan sebuah pengharapan yang sempurna, komplet dan tuntas. Roti kecik dan kuekue buatan Like Nio, penerima nama Ganep, telah menjadi camilan pesanan keraton Surakarta di zamannya. Sampai hari ini keraton Surakarta memiliki kedekatan khusus dengan Ganep. Kuekue Ganep tetap menjadi pilihan untuk camilan maupun oleholeh.
Ganep menjadi nama yang magis sekaligus anggun. Menjadi magis karena dikaitkan dengan keluarga kerajaan. Ganep menjadi nama yang anggun dan sarat makna, Ganep sama seperti semua orang yang percaya akan kekuatan sebuah nama, menyuguhkan sebuah arti yang sangat dalam, membawa rohnya sampai 130 tahun kemudian, yang bakal terus di bawa melewati generasi kelima sekarang ini.
Dari bahasa Jawa, Ganep berarti lengkap, utuh, genap. Lengkap yang sempurna. Dan utuh, lengkap itulah yang menjadi doa turun temurun dari Ganep. Mengantarkan keluarga Ganep untuk selalu bekerja sempurna, utuh, tidak setengahsetengah, tuntas  dan genap.
Ganep juga berarti waras, menurut kamis besar Bahasa Indonesia berarti sembuh jasmani dan sehat rohani. Waras menunjuk pada makna kesehatan yang lebih luas, kesehatan yang tak hanya meliputi kesehatan jasmani atau badan tetapi juga kesehatan pikiran dan hati. Kesehatan hati dan pikiran pula yang menuntun dan menguatkan komitmen para generasi Ganep untuk meneruskan citacita Nyah Ganep.

Sejarah Toko yang Pertama
Nyah Ganep membuka usahanya di rumah tinggal keluarga besar di Kawasan Tambaksegaran, tak jauh dari kawasan Pasa Gede yang juga berdekatan dengan Benteng Vastenberg dan Keraton Kasunanan.
Pada masa penjajagan Belanda, solo sebagai pusat pemerintahan kerajaan Kasunanan Surakarta dianggap penting dan strategis sehingga kerajaan belanda menempatkan banyak tentara mereka di kota raja. Untuk menghilangkan kepenatan selama bertugas para meneer dan sinyo Belanda ini kerap menghelat pertemyan santai sambil dansadansi dan menghisap cerutu atau pipa cangklong.
Di kawasan inilah Nyah Ganep memulai usahanya. Kala itu, belum banyak camilan yang diproduksi. Produk andalannya juga masih kondang hingga kini adalah roti kecik.
­
Di tangan generasi kedua dan ketiga
Kiprah Nyah Genep mengembangkan bisnis ini berakhir tahun 1911. Tongkat estafet kepemimpinan berpindah ke tangan putrinya Tjan Ting Nio. Tidak persis seperti itu sebenarnya, karena tongkat estafet tidak pernah secara tegas diputuskan pada sebuah hari khusus. Anakanak yang meneruskan usaha keluarga telah terjun ke dalam bisnis orang tua paling tidak selama sepuluh tahun sebelum sinyalsinyal siapa yang menjadi penerus muncul.
Tjan Ting Nio menjalankan Ganep bersama suaminya Oh Kian Tjwan selama 30 tahun, hingga tahun 1941. Tidak banyak yang bisa diceritakan dari kedua pasangan ini. Generasi yang sekarang pun sudah tidak lagi memiliki cerita yang diturunkan tentang keduanya. Mungkin saja mereka dikenal sebagai anak Nyah Ganep. Atau bahkan sudah mulai membuka toko, tidak ada cerita yang diturunkan sampai generasi sekarang seperti cerita Nyah Ganep tadi. Bisajadi tak ada yang cukup spektakuler untuk diceritakan, tak ada sebuah kekhususan sehingga perlu diingat, perlu diceritakan, disampaikan kepada generasi berikutnya.
Satusatunya yang tampaknya terus diturunkan adalah resep roti kecik dan rotiroti kering berbahan nonterigu kering sampai sekarang masih bertengger di rak display toko Ganep di bawah manajemen generasi kelima.
Sebuah toko kue dengan nama Ganep. Masih belum diputuskan warnanya tetapi sudah ada nama. Nama yang turuninnurun magis dan anggun menjadi nama toko.
Di atas kertas, generasi ketiga Ganep memang diserahkan pada Oh Toen Lee yang menikah dengan Tjan Phiauw Nio. Tapi, orangorang dan tentu saja, para penerus Ganep generasi keempat hingga seterusnya, tidak bisa menafika begitu saja peran anakanak Tjan Ting Nio dan Oh Kinn Tjwan yang lain, yaitu Oh Toen Djien dan Oh Toen I.umg. Ketiga putra Tjan Ting Nio ini dikenal kompak. Di kalangan keluarga besar, mereka dikenal sebagai Gebroeders Oh, sebutan dalam bahasa Belanda yang berarti Oh Bersaudara.
Mak Tries Menjual Ganep ?
Pengelolaan Ganep di tangan generasi keempat berlangsung sampai tahun 1990. Toh, mengelola bisnis keluarga tetap bukan perkara gampang. Ibarat roda berputar, adakalanya perjalanan bisnis harus berada di bawah, atau berjuang menghadapi kerikil dan batu yang menghadang.
Begitu pula Ganep, dalam perjalanan melampaui masa 130 tahunnya mau tak mau harus bertemu muka pula dengan tantangan baru. Tahun 1987, Ganep harus merelakan sebagian bangunan ioko untuk pelebaran jalan. Toko kue yang semula cukup lapang, kini harus bisa bertahan di ruang 3x4 meter persegi. Ditambah dengan munculnya tokotoko kue yang baru, masyarakat mulai memiliki lebih banyak pilihan. Tokotoko yang baru dengan baubau roti Belanda begitulah orang daerah Solo menyebutnya, semua yang berbau Barat disebut Londo (Belanda)  lebih empuk, mekar, dengan variasi bentuk yang bermacammacam. Sementara itu Ganep masih bertahan dengan model toko tradisional: etalase roti berupa rakrak dipajang lurus menempel tembok, pintu dari kayu seperti layaknya model rumah pada waktu itu, lampu yang ada hanyalah sekadar penerangan secukupnya, bukan seperti yang kita lihat di toko bakery modern sekarang ini.
Bagi generasi keempat, yang masih terjun membuat sendiri kuekue yang mereka jual, model pemasaran baru dengan mempromosikan produk kepada orang yang tidak mereka kenal, mendandani toko gebyargebyar, sama sekali bukan pilihan yang dianggap menguntungkan. Omzet meningkat karena pelanggan yang kembali. Keakraban terjalin antara penjual dan pembeli sampai sebegitu dalamnya sehingga cukup banyak pelanggan sampai mengenali siapasiapa kasir yang melayani mereka.
Ganep adalah toko yang mengandalkan sebuah hubungan kedekatan. Kecepatan bergerak bukan unggulan Ganep, minimal bukan unggulan pemegang tongkat estafet pada waktu itu
Lahir kembali
Akhir tahun 1990, si bungsu C. Oeke Oh Lioe Nio pulang ke kampung halaman di Solo. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Amerika, Oeke bersama suami berkarier di ibu kota. Di bilangan Kedoya di mana Oeke dan suami tinggal, nama Oeke berkibar sebagai pengajar bahasa Inggris. Maka ketika rapat keluarga digelar dan Oeke dipanggil pulang, tidak tebersit sedikit pun bahwa dia nanti akan dipilih untuk mengelola Ganep.
Rapat keluarga membahas penyelamatan Ganep sebagai bisnis warisan. Dari keempat anak Tan Tries Nio dan Oh Sing Tjiang, Oeke sebenarnya tak pernah dipersiapkan untuk meneruskan bisnis Ganep. Tetapi pembentukan PT (Perseroan Terbatas) menempatkan Oeke sebagai direktur utama. Mau tidak mau ia harus mudik, balik ke Solo meninggalkan usaha kursusnya di Jakarta.
Usia Oeke saat itu 33 tahun, ia pun mulai menjalankan Ganep hanya dengan bantuan tiga pekerja yang setia bekerja sejak masa Ganep generasi ketiga. la terjun langsung menjalankan bisnis ini dan ikut bekerja sebagai penjaga toko.
Perlahan namun pasti pembeli mulai ramai. Oeke berusaha untuk menjalin kedekatan dengan para pelanggan Ganep, persis seperti yang dilakukan pendahulunya.
Satusatunya cara promosi yang dikenal cuma pameran
Untuk mendongkrak penjualan, Oeke mencanangkan promosi. Cara sederhana berpromosi yang diketahuinya adalah mengikuti pameran. Tak peduli pameran sekecil apa pun hisa menjadi pintu untuk memperkenalkan produk. Apalagi bila produk yang Anda miliki seunik Roti Kecik milik Ganep. Begitulah awal mula Oeke menjalankan Ganep.
Tahun 1991, Ganep berpartisipasi dalam pameran yang digelar di Wisma Batari, sebuah gedung pertemuan yang pada waktu itu termasuk wah, dibangun tepat di pinggirjalan Slamet Riyadi bagian timur.
Meskipun dikenal sebagai produsen roti kecik, biskuit kuno ini tidak menjadi primadona dalam pameran kali ini. Sebuah produk baru diperkenalkan dengan nama Roti Kece. Ini roti biasa saja seperti roti manis, buns kata Inggrisnya, tetapi berisi kacang, cokelat, dan kismis. Tidak ada yang istimewa. Yang istimewa adalah namanya.
Kece diambil dari sebutan anak gaul di masa tahun 1990an untuk menyebut halhal yang keren. Maka roti kece boleh dibilang roti keren, cool. Kacang, cokelat, dan kismis yang keren.
Entah karena nama roti yang dianggap gaul atau karena memang rasanya yang lezat, roti kece laris terjual selama pameran. Oeke mengingat dalam satu hari pameran, ia bisa menjual hingga ratusan buah roti. Efek domino dari laris manisnya roti kece, tentu saja, kebangkitan nama Ganep. Orangorang Solo yang nyaris lupa, diingatkan kembali bahwa Solo punya toko camilan yang sudah berdiri sejak abad ke19. Tawaran kerja sama dengan Ganep mulai berdatangan. Ganep diminta untuk jadi sponsor acaraacara di Solo. Nyaris tidak ada tawaran yang ditolak.
Tahun 1994, peluang makin terbuka, seorang teman di Uni Emirat Arab mengajak kerja sama. Roti kecik sebanyak satu kontainer pun sempat melanglang ke Uni Emirat Arab. Sayang, birokrasi ekspor belum pernah dikenal oleh Oeke, alhasil kerja sama ini hanya berjalan sekali saja.
Tertutup satu pintu, terbuka pintu lain. Setelah pengiriman ke Uni Emirat Arab berlangsung kurang sukses, datang lagi kesempatan lain untuk unjuk gigi ke luar negeri. Kali ini ajakan pemerintah daerah untuk ikut berpameran di Singapura. Tahunnya 1997. Pameran yang sukses, Oeke makin percaya diri dengan Ganep. Kesuksesan ini siap dirayakan.

Lebih dari 100 tahun bisnis keluarga ini berjalan. Selama itu, zaman terus berganti. Pelanggan awal Ganep yang dulu berkebaya dan berjarit, memakai selop atau malah bertelanjang kaki, saat tahun 1970an bergeser jadi pelanggan bersepatu mary jane atau pantofel. Para prianya berambut klimis, celana cut bray dan wanitanya ratarata tampil dengan rambut ala Farah Fawcett si Charlie's Angels. Rambut mokar bergelombang.
Sekarang, melewati abad 20, pelanggan yang datang ke Ganep sudah berganti penampilan lagi. Pelanggan berganti, pengelola juga bergantiganti. Diturunkan dari orangtua ke anak, terus begitu hingga generasi kelima. Tiap generasi memberi warna yang berbeda, sesuai zamannya. Memang rentang waktu antara masa kependudukan Belanda dan masa sekarang ini sangat jauh. Ganep yang sekarang tidak bisa lagi diopeni dengan cara Nyah Ganep dulu.
Nyah Ganep bisa saja mengerjakan dapur kuenya dengan sederhana, kalau dibandingkan dengan ukuran sekarang. la tidak perlu baliho besar buat promosi. Jangankan baliho, papan nama saja tidak ada. Promosi sudah cukup dari mulut ke mulut.
Ganep di tengah krisis
Solo jelas bukan kota asing buat Oeke. Di kota ini dia lahir dan dibesarkan. Di rumah keluarga besarnya di kawasan Tambaksegaran, yang juga dimanfaatkan untuk toko. Oleh sebab itu, roti kecik juga bukan kue asing buat ibu dengan dua anak ini. Sejak kecil, Oeke sudah terbiasa
Nyah Ganep juga tidak butuh mesin kasir. Hitungan luar kepala cukup. Ringan, dan bukankah kepala dibawa kemanamana, tidak perlu ketinggalan seperti kalkulator. Sekian bungkus diberikan, sekian gulden diterima.
 Kalaulah saja cara begitu masih mampu mengimbangi perkembangan zaman dan persaingan bisnis masa kini. Oeke, generasi kelima Ganep pasti tak perlu mengupayakan perubahanperubahan untuk mengimbangi zaman. Ganep di zaman Oeke harus bersanding dengan tokotoko roti yang bejibun jumlahnya. Konsumen yang dihadapi Oeke juga berbeda dari masa Nyah Ganep. Konsumen sekarang bukan cuma memilih roti berdasar rasa tapi juga berdasar kemasan dan ada saja yang memilih karena tingkat gengsinya.
Tantangan baru seperti ini yang mesti dihadapi Oeke pada saat ia mulai dipercaya mengurus Ganep, melanjutkan, tradisi dan bisnis keluarga yang sudah berusia lebih darii seabad. Padahal bisa dibilang Oeke buta bisnis. Bahkan keterlibatannya di Ganep boleh dibilang "kecelakaan", terbawa begitu saja oleh rentetan kejadian yang menimpa Ganep.
Oeke kecil tidak pernah berkhayal kalau nantinya dia bakal menerima tanggung jawab besar meneruskan usaha keluarga yang dibangun dengan keringat leluhurnya, Nyah Ganep. Sejak kecil, bungsu dari empat bersaudara keluarga Oh ini malah tidak terpikir akan terlibatjauh dalam bisnis. Tidak pernah belajar membuat roti dan kue pula, apalagi belajar bisnisnya.
Oeke menekuni bahasa Inggris di Univeritas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dan di awal tahun 1980an, Oeke bahkan nekat melanglang sampai ke Negeri Paman Sam, memperdalam ilmu bahasa.
Sekembalinya ke Indonesia, Oeke berkarier di Jakarta. Sebuah rumah di kawasan Kedoya menjadi tempat kursus bahasa Inggris. Muridnya dari anak SD sampai eksekutif dan profesional. Tempat kursus itu ia beri nama English learner's Studio. Tempat itu ramai didatangi murid dari pagi sampai malam.
Dari konsistensinya di dunia pendidikan saat itu, pundipundi uang Oeke mulai terisi. Relasi pun dengan sendirinya bertambah, jadi pasti tidak sulit jugalah kalau ia mau mengembangkan usahanya tersebut di Jakarta. English learner's Studio terus berkembang dan makin dikenal orang. Kesempatan untuk mengembangkan diri di ibu kota kian besar. Secara finansial dan kesempatan mengembangkan diri, Oeke sudah cukup mapan meski jauh dari bisnis toko kue dan roti.
Tapi pada akhir tahun 1990an, keluarga besar Oh menggelar rapat keluarga. Ganep sedang menghadapi masa krisis. Keuangan moratmarit karena salah kelola. Ganep bahkan berencana dijual. Iklan penjualan sudah diterbitkan di surat kabar, beberapa kerabat juga sudah ditawari untuk membeli Ganep.
Oeke, si bungsu akhirnya memutuskan ikut hadir juga dalam rapat keluarga, menganggap bahwa bagaimanapun, Ganep merupakan bagian dari dirinya. la lahir dan tumbuh besar di sana. Sama sekali tidak tersirat bayangan bahwa kedatangannya ke Solo kali itu bakal mengubah total jalan hidupnya.
Pada waktu Oeke masuk banyak pembenahan dilakukan, baik pembenahan fisik toko, maupun variasi produk yang ilijual. Terobosanterobosan cara berpromosi juga dilakukan. Dari berpameran, kerja sama dengan instansi seperti sekolah dan perkumpulanperkumpulan balap sepeda, menambah outletoutlet di tempattempat umum seperti rumah sakit dan bandara dan melakukan kemitraan dengan ix'ngrajm kue tradisional.
Jadilah, di awal dekade 1990an, ia pulang kampung. Mengulang nostalgia masa kecil dan remaja sambil mencicipi lagi roti kecik yangjadi camilan Oeke kecil. Juga semImfi bertemu lagi dengan karyawankaryawan Ganep yang in.isih setia bekerja sejak masa generasi ketiga keturunan Ganep dan sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga besar Ganep.
Untuk menyelamatkan Ganep, bisnis rintisan Nyah Gatirp itu dinaungi dalam sebuah badan hukum, perseroan terbatas, seperti yang diusulkan oleh Albert, menantu tertua Muk Tries. Oeke ditunjuk untuk menjadi direktur utama, Ganep Tradisi Solo. Komisaris Utama dijabat oleh Mak Tries dan posisi komisaris diisi Albert.

Ganep Ganti Baju
Ganep sudah tua. Bayangkan umurnya saja sudah lebih dari seabad. Tampilan toko Ganep waktu pertama kali Oeke pulang, juga sudah tampak tua dibanding dengan toko kue sejenis. Produk yang dijual pun tidak berbeda. Meskipun roti dan kue Ganep lezat menggoyang lidah, kemasan yang dipakai masih kemasan sederhana, plastik dengan logo yang berbedabeda.
Tokotoko kue baru yang muncul di awal tahun 1990an telah memiliki layout yang lebih mentereng, paling tidak rakrak kaca, dengan lampu hiasan terang benderang. Dengan pintu kaca yang membuat pajangan kue terlihat keren dari luar. Packaging lebih modern dengan plastik berlem. Ganep sebaliknya, tidak seperti toko kue lain yang punya pintu kaca dan rak pajangan yang keren. Qanep masih bertahan sebagai toko penyedia kue dengan penampilan seadanya. Pintu toko adalah pintu kayu lama dengan cat berulang. Roti dipajang pada rak kayu yang menempel di dinding. Kuekue kering terpajang dalam topics kaleng yang tidak kalahjadul menurut ukuran waktu itu. Luas toko yang hanya 3x4 semakin menambah citra bahwa Ganep adalah produsen roti, tapi bukan toko roti yang membuat konsumen boleh memilihmilih seperti di toko lain.
di depan toko, meskipun logo bukan barang baru buat Ganep logo Ganep sudah ada sejak masa generasi ketiga, hasil ciptaan Oh Toen Lee, toh tidak pemah dipasang besar di dcpan toko.
Logo diperbarui. Memakai perpaduan warna ungu dan jingga dengan tulisan kata "Ganep" dijalin memakai huruf Latin sambung dan ornamenjambul semar di huruf G tulisnn Ganep. Member! pesan ceria dan unik.
Logo Ganep beberapa kali berganti penampilan, meskipun tidak jauhjauh dari tulisan ganep. Di zaman Engkong Tun logo dicetak datar, tidak miring ke atas seperti sekarang, tidak ada pula garis penyeimbang di kiri kanannya.
Oeke membuat sedikit modifikasi pada logo. Memberikan liarapanharapan yang tersirat lew at logo. Logo ditulis miring ke atas, menandakan pengharapan bahwa toko Nyah (tanep ini harus selalu selalu meningkatkan diri, harus berusaha makin baik dari hari ke hari. Dalam berbagai pemakaian, dengan model logo miring ke atas, logo akan sering dipasang di sudut kiri atas, termasuk pada packaging kue. Sohingga ada kesan pojok yang dipotong. Inilah halhal buruk yang ingin dipotong oleh Ganep.
Warna logo menjadi cerminan dari pribadi Ganep. Oranye menyala, yang dinamis, dibarengi dengan warna ungu, warna yang melambangkan keagungan, lambang warna Yang Mahakuasa, menjadi doa, supaya segala kegiatan yang dinamis itu tetap dinaungi oleh kasih yang besar. KaNili yang memperhatikan. Kasih yang membagi kebahagiaan pada semua orang.
Memang bukan logo yang dipikirkan supaya nongol ketika berjajar dengan logologo yang lain, atau pas ketika mesti dijajarkan dalam desain background yang berbedabeda, atau logo yang tampak kokoh, tetap mencolok diperbesar maupun diperkecil. Logo Ganep baru adalah logo dengan doa, sama seperti kebanyakan logo UKM, dibuat oleh pemilik tanpa strategi apa pun kecuali harapanharapan yang dituliskan pada logo tersebut.
Layout ruang toko juga tidak luput dari pembenahan. Ruang toko yang dulu sempit, karena mesti berbagi dengan kantor administrasi,, ruang tamu dan bahkan kamar mandi, kini diperluas. Ruangruang lain direlokasi, ke lantai dua. Toko Ganep terasa lebih lapang, lebih banyak ruang buat memajang lebih banyak roti dan kue. Sekarang, mereka menyala dengan warna oranye dan cokelat, sungguh pas untuk sebuah toko roti yang hangat, yang empuk, rasanya enak sekali.

Ketika profit menjadi akibat bukan tujuan
Di Ganep karyawan menjadi seperti keluarga. Jumlah karyawan yang sekarang mencapai 80an orang tidak membuat Ganep sebuah perusahaan yang dingin. Kedekatan pemilik dengan karyawan yang diturunkan dari generasi awal tidak juga luntur, bahkan yang disebut dengan absensi karyawan pun barubaru saja dimunculkan.
Penampilan sudah oke, cukuplah untuk menarik perhatian orangorang yang lewat depan toko. Tapi itu saja, tampaknya masih belum cukup mengimbangi persaingan dan modernisasi. Supaya lebih dikenal, Ganep hams lebih membuka diri, memperluas pergaulan. Dengan kata lain, maka Ganep melakukan aktivitas yang umum dilakukan para pengusaha yang memiliki kompetitor: mulai berpromosi.
Tapi promosi bukannya tidak butuh biaya. Bayangkan, promosi dengan media cetak saja butuh biaya yang tidak sedikit. Bisa ratusan ribu sekali tayang. Padahal untuk mempromosikan toko tidak cukup hanya dengan satu kali beriklan di surat kabar. Tidak terbayangkan oleh Ganep di masa itu. Ketika kondisi keuangan masih sangat labil. Lagi pula berpromosi lewat media cetak tidak tepat langsung sasaran. Tidak ada penjualan langsung yang lagi dibutuhkan. Hasil tidak pasti, tetapi biaya pasti. Mesti dicari cara promosi yang lebih murah, lebih mampu dilakukan oleh Ganep dan lebih tepat sasaran.
Awal dekade 1990an, orangorang Solo kesengsem dengan sepeda santai. Pada banyak kesempatan, ada saja acara sepeda santai yang digelar. Oeke tidak menyianyiakan ini. Lewat kerabatjauhnya, seorang Event Organiser, Oeke mencoba mencuricuri peluang. Menawarkan diri ikut terlibat dalam banyak acara sepeda santai, sambil tentu saja memperkenalkan Ganep.
Tidak lama, datang kesempatan lain, ikut berpameran di Wisma Batari. Gedung berarsitektur Jawa klasik di Jalan Slamet Riyadi. Gedung ini sangat dikenal, minimal waktu Oeke memulai kiprahnya di Ganep. Halaman gedung yang luas sering dimanfaatkan untuk menggelar acara-acara yang melibatkan banyak orang, seperti pernikahan dan tentu saja pameran.
Ini kali pertama, setelah lebih dari seabad usianya, Ganep terlibat dalam pameran. Untuk momen ini, Oeke terjun langsung menjaga stan pameran. la berinteraksi dengan para pembeli: pengunjung dan pemilik stan lain. Malah dia juga sengaja menampilkan produk baru. Roti berisi kacang, cokelat, dan kismis, dan menamainya roti kece. "Kece" sebut-an yang lagi nge-hits di kalangan anak gaul (zaman itu) untuk menyebut segala sesuatu yang keren, bagus, imut, dan sebangsanya menjadi andalan.
Pameran di Wisma Batari menjadi titik balik bagi Ganep. Momentum ini mengangkat kembali nama Ganep. Orang-orang mulai kembali menoleh kepada toko pembuat camilan kesukaan Susuhan Paku Buwono X.
Seiring makin banyak orang yang kembali mengingat Ga¬nep, makin banyak juga pihak-pihak yang datang menawar-kan kerja sama: kerja sama untuk mensponsori kegiatan, kerja sama untuk penyediaan konsumsi instansi tertentu, sampai tawaran kerja sama penjualan. Semua tawaran yang datang dipelajari dan direspons. Nyaris semuanya diterima, bahkan tawaran kerja sama yang kelihatannya tidak terlalu menguntungkan karena hanya menghasilkan laba yang mi¬nim pun tetap direspons baik.
Mengiyakan kerja sama bukan berarti tanpa risiko. Tetapi Oeke memang percaya, semua perbuatan baik akan memberi hasil baik, dan sebaliknya juga. Dan nyatanya memang terjadi sama seperti yang diper-cayainya, semakin banyak peluang bisnis berdatangan.

Reference :
Peni R. Pramono & Wiwied Esmaningtyas. 2012. Ketangguhan Perusahaan Keluarga Bertahan Lebih Satu Abad. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "GANEP : KETANGGUHAN PERUSAHAAN KELUARGA LEBIH DARI SATU ABAD"

Posting Komentar