Dalam rangka memenuhi tanggung jawab, MUI membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN) yang diharapkan dapat berfungsi sebagai advokat dari pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
DSN didirikan pada tahun 1999 dan berdirinya direkomendasikan dalam Lokakarya Nasional Islam Reksa Dana dilaksanakan pada bulan Juli 1997. Pendirian DSN didasarkan pada Keputusan MUI No. Kp. 754/MUI/II/1999 yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris MUI. DSN sepenuhnya bertanggung jawab atas pengeluaran fatwa yang berkaitan dengan ekonomi Islam.
Dalam rangka memberikan mekanisme pengawasan secara menyeluruh terhadap setiap lembaga keuangan syariah, maka Dewan Pengawas Syariah (DPS) didirikan. Fatwa DSN mengikat karena mereka diakui dalam undang-undang yang sah. Selain itu, hubungan antara DPS dan DSN menjadi lebih kuat karena pengangkatan anggota DPS didasarkan pada rekomendasi dari DSN.
Dalam melaksanakan tugas mereka, DPS bertanggung jawab untuk (a) memberikan pengawasan berkala di Lembaga Keuangan Islam (b) mengusulkan aspek potensi untuk mempromosikan pengembangan Lembaga Keuangan Islam kepada pemimpin perbankan dan DSN (c) memberikan laporan tentang produk dan operasi perbankan syariah setidaknya dua kali setahun (d) mengidentifikasi masalah yang timbul dalam Lembaga Keuangan Islam yang akan dibahas dan diselesaikan melalui rekomendasi dari DSN.
Menurut buku panduan yang diterbitkan oleh BI, DPS memiliki tiga posisi : Pertama, DPS bertindak sebagai penasihat dewan direksi dari unit perbankan syariah dan kantor cabang. Kedua, DPS bertindak sebagai mediator bagi bank syariah dan DSN, Ketiga, DPS bertindak sebagai wakil dari DSN dan DPS harus melaporkan kepada DSN tentang kegiatan usaha bank syariah dan perkembangan mereka.
Sebuah bank dengan rating kualitas tinggi diharapkan dapat beroperasi secara berkelanjutan di masa depan. Sebagian besar negara menggunakan C (Capital), A (Aset), M (Manajemen), E (Earning), L (Liquidity) dan S (Sensitivity to Market Risk) karena sistem ranking sebagai kerangka kerja dalam melakukan kegiatan pengawasan.. Pendekatan ini akan sejalan dengan pelaksanaan Pengawasan Berbasis Risiko (RBS) sebagai pendekatan baru terhadap kegiatan pengawasan perbankan yang lebih efektif.
Bank Indonesia menerapkan CAMELS sebagai pengukuran kinerja bank syariah. CAMELS benar-benar diterapkan untuk menilai kinerja bank konvensional. Hal ini dirancang khusus untuk bank konvensional dengan sedikit penyesuaian untk dapat diterapkan di bank syariah
Konsep Fatwa
Dalam hukum Islam, fatwa berarti pendapat seorang ahli Hukum Islam (mufti) didasarkan pada pemahaman seorang ahli dan penafsiran maksud dari sumber-sumber Islam, dikombinasikan dengan pengetahuan para ulama dari subjek yang bersangkutan dan konteks sosial yang memunculkan masalah atau pertanyaan tertentu. Tujuan dari fatwa adalah untuk menawarkan pendapat, bukan membungkam wacana.
Peran dan Posisi Fatwa Untuk Pengembangan Perbankan Syariah
Sampai saat ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan sekitar 73 fatwa pada pedoman kegiatan ekonomi Islam. Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN – MUI mengikat secara hukum karena keberadaan mereka disahkan oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) sehingga praktisi ekonomi Islam harus mematuhi fatwa tersebut. Dalam peraturan fatwa, sumber pertimbangan utama adalah Quran dan Hadis.
Fatwa DSN-MUI dalam bidang ekonomi, disusun dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Islam (KHES). Fatwa DSN telah membuktikan bahwa sekitar 98 artikel dari KHES mirip atau bisa disebut berasal dari fatwa DSN. Fatwa ini menyimpulkan bahwa fatwa mengikat secara hukum. Dalam hal ini, DSN akan memberikan bimbingan dan penjelasan kepada orang-orang pada norma ekonomi Islam.
Produk Perbankan Syariah
Karena bank syariah didasarkan pada prinsip-prinsip kemitraan, keadilan, transparansi, universitas atau ajaran Islam, sistem operasional dapat dibagi menjadi tiga kategori utama :
1. Pembiayaan Produk
2. Pendanaan Produk
3. Layanan Jasa
Selain itu, jika sebuah bank Islam memiliki kurang atau lebih banyak likuiditas dalam operasinya, bank bisa mendapatkan bantuan likuiditas dari Pasar uang Syariah (PUAS).
Meskipun praktik pasar uang ini ada, namun volumenya kecil, dalam kenyatannya, pembiayaan bank syariah relatif mampu menyerap dana pihak ketiga yang ada. FDR (Financing to Deposit Ratio) menafsir sekitar 90% terbukti sah dalam hal ini. Tidak seperti kegiatan pasar uang konvensional, kegiatan dalam PUAS tidak terlalu aktif karena pengelolaan likuiditas di dalamnya menjadi sangat kuat.
Alasan lain untuk fakta bahwa PUAS tidak terlalu aktif yaitu bank syariah berkonsentrasi pada pembiayaan sektor riil.
Adapun bank syariah yang memiliki kelebihan likuiditas, disamping menyalurkan langsung ke sektor riil, bank juga dapat membeli sukuk (obligasi syariah), meskipun sukuk tepi juga menalur ke sektor riil. Selain itu, bank syariah juga dapat membeli SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah). Namun, sama halnya dengan menempatkan dana dalam pasar uang syariah, penempatan dana di SBIS bukan target utama pembiayaan bank syariah. Hanya sekitar 2,6% dari total pembiayaan disalurkan melalui instrumen moneter ini. Tidak efektifnya instrumen moneter Islam untuk mempengaruhi likuiditas, tetapi sampai batas lain, penempatan minimum di SBIS menunjukkan pembiayaan bank intensif ke sektor riil. Instrumen pendanaan tersebut yaitu :
a. Wadiah
b. Wadiah Yad Dhamanah (tabungan dijamin)
c. Mudharabah, yang terbagi menjadi dua jenis :
a) Mutlaqah Mudharabah
b) Mudharabah Muqayyadah
Pembiayaan merupakan salah satu tanggung jawab utama dari sebuah bank Islam. Di bawah ini adalah beberapa produk pembiayaan yang paling umum diterapkan dalam bank syariah di Indonesia :
a. Murabahah
b. Salam
c. Istishna
d. Musyarakah
e. Ijarah
f. Ijarah Muntahiyah Bittamlik
g. Pembiayaan Mudharabah
Berikut adalah beberapa dari layanan yang diberikan oleh bank-bank Islam :
1. Qardh 4. Wakalah
2. Hawalah 5. Kafalah
3. Rahn 6. Ju’alah
Tantangan dan Potensi Terkait dengan Bank Syariah
Pangsa Pasar Kecil
Setelah beroperasi selama dua dekade, bank syariah hanya memiliki kurang dari 3 % dari pangsa pasar (per akhir 2010).
Kurangnya Personil Terlatih
Pertumbuhan perbankan syariah tidak diikuti oleh ketersediaan tenaga terlatih yang memadai.
Kurangnya Perkembangan Produk Bank Syariah
Produk yang sudah ada bank syariah cenderung lebih statis karena mereka hanya terbatas pada tabungan, deposito, giro, murabahah, mudharabah, dan musyarakah.
Belum ada tanggapan untuk "MEKANISME OPERASIONAL BANK SYARIAH (Bab 2)"
Posting Komentar