Latar Belakang Masalah
Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia diharapkan untuk mampu beraktifitas dan menghasilkan
sesuatu. Dalam aktifitasnya tersebut manusia akan berhubungan dengan manusia
lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan. Tujuannya untuk memperoleh pendapatan
sebagai pemenuhan kebutuhan, tak sedikit yang dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut menghalalkan segala cara sehingga merugikan manusia lain, dengan
demikian diperlukan etika dalam pemenuhan kebutuhan.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok
masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu
tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan
dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh
orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait
lainnya.
Salah satu etika profesi yaitu etika profesi
akuntan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan di suatu negara adalah
sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum
perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara
berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari
pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul
berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya
berasal dari masyarakat, jasa akuntan mulai diperlukan dan berkembang. Dari
profesi akuntan inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian
yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai
jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa
nonassurance. Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang
kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian
hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Profesi akuntan bertanggung jawab untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga
masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar
untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Dengan demikian setiap profesi yang menyediakan
jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang
dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan akan menjadi
lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis dapat kemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana landasan hukum
etika profesi akuntan ?
Bagaimana etika profesi
akuntan yang dapat dipertanggungjawabkan ?
Bagaimana
penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi pada profesi akuntan ?
PEMBAHASAN
Landasan Hukum Etika Profesi Akuntan
Secara umum hukum
mengukur penampakan etika yang kebetulan selaras-sejalan dengan aturan hukum,
misalnya rekayasa akuntansi untuk keperluan korupsi, terkait pada Kode etik,
hukum agama dan pidana korupsi. Beberapa pelanggaran etik di luar hukum,
misalnya hubungan dengan auditor terdahulu, ukuran papan nama dan iklan,
brosur, syarat kantor dan sarana profesi dan pengungkapan aspek ecolabeling.
Pasal 18 Kode etik tentang larangan tanda tangan
ramalan keuangan harus direkonsiliasi dengan standar atestasi tentang proyeksi
dan prakiraan keuangan, dengan kemungkinan perubahan atau eliminasi pasal 18
tersebut dalam kongres yang akan datang.
Hukum pidana menduduki tempat utama, karena
masalah integritas, obyektivitas (pasal 2 Kode etik akuntan) dan manfaat bagi
masyarakat luas, pemerintah dan dunia usaha (pasal 3 Kode etik), kemudian hukum
perdata (yaitu pengusaha atau badan usaha, satu persatu). Posisi akuntan dalam
masalah hak dan kewajiban dengan klien, terkait pada hukum administratif dan
Kode etik.terkait erat dengan akuntansi dan keuangan adalah undang-undang
tindak pidana korupsi. Berdasar pasal 170 KUHAP, karena jabatan rohaniawan,
dokter, advokad, notaris dan wartawan itu memberi kemungkinan untuk minta
dibebaskan dari keterangan kesaksian (hak tolak mengungkapkan rahasia jabatan).
Pada pasal 322 KUHP, para profesional dapat dipidana bila membocorkan rahasia
(lihat juga pasal 6 Kode etik akuntan Indonesia).
Sikap berhati-hati tergambar tak seberapa jelas
pada pasal 15, 16, 17, dan 18 dalam Kode etik, perlu dipertegas dalam kaitan
dengan sikap kurang hati-hati yang besar (gross negligence) menyebabkan
kesalahan profesional, akibat tak memenuhi kewajiban yang dikehendaki profesi
kepadanya, dapat dimasukkan dalam perbuatan melawan hukum dan dapat dipidana.
Pada umumnya semua profesi mempunyai persamaan
pendekatan terhadap masalah yang dihadapi, sebagai berikut : 1) Menetapkan
fakta atau bukti otentik. 2) Diaknosa fakta berdasar disiplin ilmu profesi dan
diagnosa yuridis (bersama ahli hukum). 3) Penentuan secara hukum (bersama ahli
hukum), masalah tersebut.
Penelusuran pasal KUHAP (usulan diskusi 20) yang
terkait baik langsung maupun tak langsung pada profesi akuntan adalah, pasal
224 (dipanggil sebagai saksi ahli menurut UU, tak mau datang), 225 (tak mau
menyerahkan surat palsu atau dipalsukan), 229 (menggunakan gelar akuntan
palsu), 231, 233 (merusak dan menahan bukti pengadilan), 232 (membuka segel),
234 (menahan, merusak surat kofirmasi audit, tidak diposkan), 263, 264, 270,
271, 274 (pemalsuan accounting voucher, bukti transaksi, dokumen), 322
(membocorkan rahasia jabatan), 323 (membocorkan rahasia tempat bekerja yang
lalu), 362 sampai dengan 367 (pencurian, 368 sampai dengan 371 (pemerasan dan
pengancaman), 391 (membantu rekayasa debt instrument dan audit, menipu publik),
392 (mengumumkan laporan keuangan yang tak benar, satu tahu empat bulan).
Dalam hukum dikenal hukum disiplin (tuchtrecht)
yang merupakan bagian hukum pidana, mengatur dan berlaku bagi suatu golongan
atau profesi yang bergerak dalam aktivitas sosial-kemasyarakatan seperti
profesi akuntan yang keputusannya dipatuhi anggota.
Hukum disiplin terbagi dua golongan, yang
pertama hirarkis (militer, pegawai negeri, dll) dan tidak hirarkis (hukum
profesi, atau hukum organisasi profesi) seperti accountant disciplinary law.
Pada pokoknya berciri ; sanksi tak keras, moral ditegakkan, educatif, dan
mungkin pula mempunyai fungsi eliminasi (anggota profesi tersebut tak dituntut
dalam peradilan pidana umum).
Pengadilan umum disiplin dapat dilakukan secara
terbuka (anggota lain hadir) atau pintu tertutup, lalu hasilnya diumumkan.
Banyak profesi menggunakan cara kedua, termasuk DPP – IAI karena profesi adalah
jabatan kepercayaan, karena unsur kerahasiaan klien dan kewajiban menyimpan
rahasia.
Etika profesi akuntan yang dapat
dipertanggungjawabkan
Agar etika profesi akuntan dapat
dipertanggungjawabkan, maka seorang akuntan harus menerapkan kode etik yang
berjalan, antara lain :
#1 Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai
profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran
penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus
selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
#2 Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang
penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi
yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada
tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan
paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya,
anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak
yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak
dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi
kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan
sebaik-baiknya.
Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota
mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas,
obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik.
Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa
yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat
profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam
melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang
dititik-beratkan pada kepentingan publik.
#3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,
antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan
oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar
dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam
menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau
perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang
berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan
anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
Integritas juga mengharuskan anggota untuk
mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
#4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan
bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan
melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas.
#5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota
untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada
publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian
atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua
tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai
tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan
memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip
Etika.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian
dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan
seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam
hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi
masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang
diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
Anggota harus tekun dalam memenuhi
tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti
pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati,
sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota
untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional
yang menjadi tanggung-jawabnya.
#6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan
informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali
jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau
profesional untuk mengungkapkan informasi.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan
bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan
bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah
pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh
informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat
menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak
ketiga.
Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi
rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena
itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui
(unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk
pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota
berdasarkan standar profesional.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa
standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa
terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
#7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi: Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
#8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia,
International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan
perundang-undangan yang relevan.
Penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi
pada profesi akuntan
Penyimpangan yang sering
terjadi adalah memanipulasi pembukuan perusahaan dan kebohongan publik yang
disebabkan beberapa faktor antara lain :
#1. Kekurangpahaman anggota terhadap ketentuan-ketentuan yang ada
dalam Standar Profesi.
Kekurangpahaman terhadap ketentuan-ketentuan
yang ada dalam Standar Profesi dikarenakan anggota salah dalam
mengintepretasikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Standar Profesi, atau
anggota mempunyai inteprestasi yang berbeda dengan maksud yang sebenarnya.
Sebagai akibatnya apabila anggota mempunyai
inteprestasi yang berbeda akan membuka peluang bagi anggota melakukan
penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan yang ada, karena anggota tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan professional yang memadai.
Penyimpangan yang disebabkan oleh
kekurangpahaman anggota terhadap Kode Etik memberikan kesan bahwa setiap tahun
selalu ada kasus-kasus dengan sengaja melanggar Kode Etik khususnya yang
berkaitan dengan tidak independenya KAP dalam menyajikan fakta-fakta.
Penyimpangan juga terjadi pada saat pergantian auditor, komunikasi antara akuntan
pengganti dengan akuntan terdahulu.
Jumlah temuan kejadian yang terbanyak pada
pendokumentasian bukti audit diantaranya menyangkut tidak dibuatnya kesimpulan
dalam top schedule di Kertas Kerja Audit (KKA), tidak dilakukan pengujian dan
review yang memadai atas suatu transaksi, dan di dalam Kertas Kerja Audit (KKA)
tidak terdapat dokumentasi mengenai beberapa hal yang diungkap dalam laporan.
Pengungkapan atas laporan keuangan diantaranya
menyangkut pengungkapan yang dinilai tidak memadai atau tidak lengkap,
pengungkapan berdasarkan kebijakan akuntansi yang belum diperbaharui dan tidak
ada dukungan hasil review dan analisis yang berkaitan dengan ketentuan yang
berlaku. Perencanaan audit diantaranya menyangkut pemahaman yang kurang
mengenai karakteristik dan ketentuan yang berkaitan dengan bisnis bank.
#2. Lemahnya sistem pengendalian mutu dalam pengelolaan profesi
Akuntan dalam perumusan kebijakan dan prosedurnya maupun implementasinya.
Menurut Standar Pengendalian Mutu KAP yang
diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik, Standar
Pengendalian Mutu merupakan perumusan kebijakan dan prosedur pengendalian yang
mencakup: independensi, penugasan personil, konsultasi, supervisi, pemekerjaan,
pengembangan profesional, promosi, dan penerimaan dan keberlanjutan klien.
Setiap KAP wajib mempunyai sistem pengendalian mutu dan menjelaskan unsur-unsur
pengedalian mutu dan hal-hal yang terkait dengan implementasi secara efektif.
Lemahnya sistem pengendalian mutu KAP akan
membawa pengaruh pada staf yang bekerja pada KAP tersebut. Para staf dalam
memberikan jasa penugasan, tidak mempunyai rumusan kebijakan dan prosedur yang
jelas dan komprehensif. Maka dari itu agar KAP dapat memberikan jasanya dengan
taraf kemampuan profesionalisme yang tinggi, KAP perlu menenetapkan sistem dan
prosedur pengendalian mutu yang dapat menjamin bahwa setiap pemberian jasa
profesi sesuai dengan SPAP.
Sistem pengendalian mutu yang memadai berarti
implementasi sistem pengendalian mutu akuntan publik sudah baik, dari 51 KAP
yang dinyatakan sebagai KAP yang mempunyai sistem pengendalian mutu dengan
peringkat memadai sebesar 10 KAP. Sedangkan terdapat 36 KAP yang mendapat
predikat memadai dengan pengecualian. Sistem pengendalian mutu dengan predikat
memadai dengan pengecualian berarti terdapat hal-hal tertentu dalam sistem
pengedalian mutu yang lemah, dimana sistem pengendalian mutu ini memerlukan
penyempurnaan walaupun secara keseluruhan keadaannya dipandang memadai. Dan KAP
yang sistem pengendalian mutunya mendapat predikat tidak memadai sebanyak 5
KAP.
Sedangkan berdasarkan hasil evaluasi yang
dilakukan oleh BPKP tahun 1994 sampai 1997 ditemukan bahwa kelemahan utama yang
menonjol pada Sistem Pengendalian Mutu (SPM) yaitu meliputi kekurangpatuhan
pada ketentuan-ketentuan mengenai supervisi dan konsultasi. Ternyata banyak KAP
yang belum merumuskan kebijakan dan prosedur mengenai supervisi dan konsultasi,
serta tidak mengkomunikasikan pada stafnya.
3. Penetapan fee yang sangat murah oleh Akuntan yang tergolong kecil.
Menurut Mulyadi fee audit merupakan fee yang diterima oleh akuntan publik setelah
melaksanakan jasa auditnya, besarnya tergantung pada resiko penugasan,
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan.
Fee menjadi masalah bagi KAP yang tergolong
kecil, sebagian dari KAP yang tergolong kecil akan tersisih seiring dengan
persaingan yang semakin keras. Untuk mempertahankan keberadaannya kemungkinan
KAP yang tergolong kecil itu menempuh cara-cara yang melanggar etika termasuk
dalam menetapkan fee yang sangat murah.
Kualitas auditor yang tinggi memiliki tingkat
kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan kualitas auditor yang rendah.
Tetapi apabila menginginkan kualitas audit yang tinggi, dibutuhkan biaya audit
yang tinggi pula. Untuk mengetahui kualitas audit yang tinggi dapat dilihat
dari kompetensi dan independensi pada saat melakukan jasa penugasan.
Dengan fee audit yang murah, KAP yang tergolong
kecil tidak mempunyai fee yang cukup untuk menggaji para stafnya. Akibatnya
para staf KAP dalam melaksanakan jasa penugasan menjadi tidak kompeten dan
tidak independen. Besarnya fee audit dapat mempengaruhi independensi penampilan
akuntan publik karena dengan fee yang kecil dapat menyebabkan waktu dan biaya
untuk melaksanakan prosedur auditnya terbatas. Staf KAP yang tidak kompeten dan
tidak independen berarti staf ini kurang paham akan ketentuan-ketentuan yang
ada dalam standar profesi.
Untuk KAP yang kecil hilangnya 1 klien dapat
mempengaruhi pendapatannya sehinggga memungkinkan akuntan publik menjadi tidak
independen, sedangkan KAP yang besar hilangnya 1 klien tidak mempengaruhi
pendapatannya sehingga independensinya dapat dipertahankan
4. Ketergantungan pada satu jasa penugasan
Ketergantungan pada satu jasa penugasan adalah
KAP yang hanya menyediakan satu jasa penugasan saja dan tidak menyediakan jasa
penugasan lain. Menurut Standar Profesi Akuntan Publik menyatakan bahwa: “
Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, kebebasan dalam sikap mental
harus dipertahankan oleh akuntan publik.”
KAP yang hanya memiliki satu jasa penugasan
memperoleh pendapatan dari klien yang hanya memerlukan jasa penugasan tersebut.
KAP yang hanya menyediakan satu jasa penugasan akan tergantung pada satu jasa
yang disediakannya. Apabila KAP tidak ada klien yang membutuhkan jasanya, maka
KAP tidak memperoleh pendapatan. Hal ini akan membuka peluang terjadinya
penyimpangan, dalam tujuan untuk mempertahankan bisnisnya, KAP akan menggunakan
segala cara untuk mendapatkan klien, termasuk KAP mau menerima permintaan klien
untuk memberikan jasa selain jasa yang disediakan atau perangkapan pemberian
jasa kepada klien. KAP yang memberikan perangkapan jasa kepada klien menjadi
tidak independen, karena akan menimbulkan benturan kepentingan. Maka dari
sangat dianjurkan untuk mendiversifikasi usaha baik dalam penugasan atestasi
maupun non atestasi. Dengan adanya diversifikasi usaha oleh KAP, akan
mengurangi ketergantungannya pada satu jasa penugasan. KAP akan memperoleh
pendapatan tidak hanya dari klien yang memakai satu jasa yang disediakan,
tetapi KAP akan memperoleh pendapatan dari klien yang berbeda, yang membutuhkan
jasa lainnya dengan tetap mempertahankan independensinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka
penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Landasan hukum posisi akuntan dalam masalah hak dan kewajiban
dengan klien, terkait pada hukum administratif dan Kode etik.terkait erat
dengan akuntansi dan keuangan adalah undang-undang tindak pidana korupsi.
Berdasar pasal 170 KUHAP, karena jabatan rohaniawan, dokter, advokad, notaris
dan wartawan itu memberi kemungkinan untuk minta dibebaskan dari keterangan
kesaksian (hak tolak mengungkapkan rahasia jabatan). Pada pasal 322 KUHP, para
profesional dapat dipidana bila membocorkan rahasia (lihat juga pasal 6 Kode
etik akuntan Indonesia).
2. Etika profesi seorang akuntan adalah sesuai dengan prinsip etika
akuntan yaitu : Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Publik, Integritas,
Obyektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku
Profesional, Standar Teknis.
3. Penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi pada profesi akuntan
adalah memanipulasi pembukuan perusahaan dan kebohongan publik yangdisebabkan
oleh 1) kekurangpahaman anggota terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam
Standar Profesi. 2) lemahnya sistem pengendalian mutu dalam pengelolaan profesi
Akuntan dalam perumusan kebijakan dan prosedurnya maupun implementasinya. 3)
Penetapan fee yang sangat murah oleh Akuntan yang tergolong kecil. 4)
Ketergantungan pada satu jasa penugasan
DAFTAR PUSTAKA
IAI, 1998. Kode Etik Akuntan Indonesia, Prosiding Kongres VIII IAI.
Sony Keraf. Etika Bisnis
: Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998 atau terbaru.
Ketut Rinjin, 2004. Etika Bisnis dan Implemantasinya, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Kemal Aziz, S.Kom. 2011. Etika Profesi. Cetakan 3. Pembelajar Presindo. Jakarta.
Belum ada tanggapan untuk "ETIKA PROFESI AKUNTAN "
Posting Komentar