Latar Belakang Masalah
Stroke merupakan salah satu masalah besar di bidang kesehatan masyarakat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia mendefinisikan stroke sebagai terjadinya gejala klinis yang cepat berupa gangguan fungsi serebral dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih tanpa adanya kausa yang jelas selain yang berasal dari sistem vaskuler. Dalam waktu 50 tahun terakhir, insidensi dan mortalitas stroke menurun secara pasti berkat penanganan yang lebih baik. Namun demikian, di Amerika Serikat, diperkirakan setiap tahunnya masih terdapat sekitar 500.000 kasus stroke baru maupun rekuren dan pada saat ini terdapat kira-kira 4 juta penderita pasca-stroke yang mengalami gejala sisa berupa gejala-gejala neuropsikologis (Suwantara, 2004).
Tahun 1998 stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian. Perbandingan angka kematian di negara berkembang dengan di negara maju adalah lima banding satu. Selain itu, tercatat lebih dari 15 juta orang menderita stroke nonfatal. Pada tahun 2020 diperkirakan akan terdapat 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Stroke atau gangguan aliran darah di otak yang juga disebut sebagai serangan otak (brain attack) yang merupakan penyebab cacat utama pada kelompok usia di atas 45 tahun. Terdapat 77% dari semua jenis stroke dan 81% disebabkan infark otak terjadi pada kelompok usia di atas 65 tahun (Misbach, 1999; Lumbantobing, 2004).
Menurut Missimiliano et al., (1996) pada penelitian populasi umur 65 tahun ke atas di Roma Italia antara penderita stroke dengan tanpa stroke didapatkan gangguan fungsi kognitif sebesar 13% dan 5,7% dengan Risiko Relatif (RR) adalah 5,8 dan 3,4. Di Finlandia didapatkan prevalensi berdasarkan umur 55-64, 65-74, dan 75-85 tahun yaitu sebesar 45,7%, 53,8% dan 74,1% muncul penurunan fungsi kognitif setelah serangan stroke iskemik akut (Pohjasvaara et al., 1997). Dilaporkan telah terjadi gangguan fungsi kognitif pada 26,3% penderita setelah tiga bulan serangan stroke (Tatemichi et al., 1992). Menurut Pohjasvaara et al., (1998) pada suatu penelitian secara kohort didapatkan adanya gangguan fungsi kognitif setelah serangan stroke akut yang pertama sebesar 28,9%, dimana sebagian dari mereka adalah lanjut usia dan tingkat pendidikan yang rendah. Penelitian lain menyebutkan bahwa prevalensi gangguan fungsi kognitif meningkat setelah serangan stroke iskemik akut pada empat tahun setelah serangan stroke tersebut (Henon et al., 1997).
Dilaporkan dari suatu penelitian cross sectional yang dilakukan di Swedia bahwa prevalensi stroke 10% pada pria dan 8% wanita, kemudian sepertiga dari mereka yang selamat didapatkan gangguan fungsi kognitif tiga kali lebih tinggi dibandingkan yang bukan stroke dengan RR adalah 3,6 (Zhu et al., 1998). Pada penduduk kulit hitam di Amerika Serikat dilaporkan bahwa fungsi kognitif hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (Callahan et al., 1996), demikian juga hasil penelitian yang dilaporkan oleh Johnson et al, (1997) pada masyarakat Amish di Amerika .
Di Indonesia, studi yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta melaporkan bahwa stroke menempati rangking ketiga sebagai penyebab kematian sedangkan proporsi mortalitas stroke yang tertinggi berturut-turut adalah stroke perdarahan intrasereberal (51,2%), stroke perdarahan subarakhnoid (46,7%) dan stroke iskemik akut (20,4%). Di mana pada populasi umur 65 tahun ke atas antara penderita stroke iskemik dengan tanpa stroke didapatkan gangguan fungsi kognitif sebesar 80,6% dan 23,1%. Pada bulan Januari sampai Desember 2008 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ditemukan sebanyak 419 pasien menderita stroke yang dirawat di bangsal Anggrek I. Selama satu tahun terakhir jumlah penderita stroke laki–laki sebanyak 51,6 % sedangkan penderita stroke perempuan adalah sebanyak 48, 5 %. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien stroke sebanyak 503, dengan jumlah pasien stroke iskemik 275 (Setyopranoto, 2000).
Prognosis penderita yang terkena stroke dapat pulih komplit atau menimbulkan cacat motorik, sensorik, maupun fungsi luhur antara lain berupa gangguan kognitif yang dapat berlanjut menjadi demensia. Gangguan fungsi kognitif adalah suatu gangguan fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual. Bahkan stroke dapat menimbulkan kematian terutama pada minggu pertama serangan (Setyopranoto, 2000).
Tingginya angka kejadian stroke dan dampak dari gejala sisa yang ditimbulkan stroke harus diperhatikan termasuk penurunan fungsi kognitif. Belum ada penelitian tentang hubungan stroke iskemik dengan penurunan fungsi kognitif di Surakarta. Oleh karena itu mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tentang hubungan antara stroke iskemik dengan penurunan fungsi kognitif di RSUD Dr Moewardi Surakarta.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Jenis stroke yang paling banyak adalah stroke iskemik.
2. Stroke dan gangguan fungsi kognitif banyak terjadi pada usia lanjut.
3. Stroke iskemik merupakan faktor risiko yang diduga berperan dalam terjadinya gangguan fungsi kognitif.
4. Terdapat beberapa laporan penelitian tentang tingginya kejadian gangguan fungsi kognitif pada penderita stroke iskemik, hubungan keduannya masih didapatkan kontroversi.
5. Gangguan fungsi kognitif berakibat berkurangnya fungsi-fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat, bahasa, dan fungsi intelektual.
Maka dapat dirumuskan masalah: “Apakah terdapat hubungan antara stroke iskemik dengan penurunan fungsi kognitif di RSUD Dr Moewardi Surakarta?”
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stroke iskemik dengan fungsi kognitif pada penderita stroke.
Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan stroke iskemik dengan faktor-faktor lain dalam menimbulkan gangguan kognitif.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Dengan dilakukannya penelitian ini, maka dapat diketahui sejauh mana hubungan antara stroke iskemik dengan penurunan fungsi kognitif.
Manfaat Praktis
a. Meningkatkan perhatian dokter untuk dapat mendeteksi secara dini terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita stroke.
b. Meningkatkan perhatian keluarga terhadap adanya gangguan fungsi kognitif pada penderita stroke.
c. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang gejala dan tanda terjadinya penurunan fungsi kognitif.
Belum ada tanggapan untuk "HUBUNGAN ANTARA STROKE ISKEMIK DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA"
Posting Komentar